Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Banjir Jakarta, Menteri PUPR: Biarkan Gubernur Bekerja

Kompas.com - 30/04/2019, 16:00 WIB
Dani Prabowo,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah wilayah DKI Jakarta dilanda banjir pada akhir pekan lalu, sebagai  imbas dari tingginya intensitas hujan di wilayah hulu Sungai Ciliwung.

Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta melaporkan terdapat 37 titik banjir di wilayah DKI pada Sabtu (27/4/2019) pagi yang tersebar di wilayah Jakarta Selatan (14 titik), Jakarta Timur (21 titik) dan Jakarta Barat (2 titik).

Banjir pun sempat bertahan hingga Senin (29) pagi, sebelum akhirnya surut.

Terkait hal ini, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono enggan berbicara banyak.

Ia hanya menyerahkan persoalan ini kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk menyelesaikannya.

Baca juga: Sebentar Lagi, Jakarta Punya Sistem Peringatan Dini Banjir

"Pak Gubernur kan lagi bekerja untuk banjir," singkat Basuki di Jakarta, Selasa (30/4/2019).

Untuk diketahui, sudah dua tahun terakhir, program penanggulangan banjir yang dikerjakan pemerintah pusat di wilayah DKI Jakarta melalui normalisasi sungai berhenti total.

Hal itu disebabkan tidak adanya pembebasan lahan yang dilaksanakan Pemprov DKI terhadap wilayah bantaran sungai yang hendak dinormalisasi.

"Berhenti. Totally berhenti karena tidak ada pembebasan lahan," kata Basuki beberapa waktu lalu.

Kegiatan normalisasi diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi, dan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030.

Adapun normalisasi sungai merupakan metode penyediaan alur sungai dengan kapasitas mencukupi untuk menyalurkan air, terutama air yang berlebih saat curah hujan tinggi.

Kegiatan ini dilakukan karena mengecilnya kapasitas sungai akibat pendangkalan dan penyempitan badan sungai, dinding yang rawan longsor, aliran air yang belum terbangun dengan baik, dan penyalahgunaan untuk permukiman.

Baca juga: Bantu Jakarta Atasi Banjir, Pemerintah Bangun Sistem Pompa Kali Item

Kegiatan normalisasi dilakukan dengan melibatkan berbagai instansi. Dinas Tata Air DKI, misalnya, melakukan normalisasi sungai dengan cara pengerukan untuk memperlebar dan memperdalam sungai.

Kemudian pemasangan sheet pile atau batu kali (dinding turap) untuk pengerasan dinding sungai, pembangunan sodetan, hingga pembangunan tanggul.

Sungai Ciliwung di sekitar Jalan Raya Kalibata meluap dan menyebabkan banjir yang merendam rumah warga di Kalibata, Jakarta Selatan, Jumat (26/4/2019). Badan Penanggulangan Bencana Daerah DKI Jakarta mencatat ada 17 titik di DKI Jakarta terendam banjir pada Jumat (26/4/2019) pagi akibat luapan Sungai Ciliwung.KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG Sungai Ciliwung di sekitar Jalan Raya Kalibata meluap dan menyebabkan banjir yang merendam rumah warga di Kalibata, Jakarta Selatan, Jumat (26/4/2019). Badan Penanggulangan Bencana Daerah DKI Jakarta mencatat ada 17 titik di DKI Jakarta terendam banjir pada Jumat (26/4/2019) pagi akibat luapan Sungai Ciliwung.
Sementara Dinas Kebersihan DKI mengeksekusi normalisasi dengan cara menjaga kebersihan sungai sehingga sungai dapat difungsikan sebagai air baku.

Ada 13 sungai yang melintasi Jakarta yakni Sungai Ciliwung, Angke, Pesanggrahan, Grogol, Krukut, Baru Barat, Mookevart, Baru Timur, Cipinang, Sunter, Buaran, Jati Kramat, dan Cakung.

Dengan berhentinya program normalisasi sungai di DKI, saat ini pemerintah pusat hanya fokus pada penyelesaian program yang sama di hulu tepatnya di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Di tempat tersebut, Basuki mengatakan, tengah membangun dua dry dam yakni Bendungan Ciawi dan Cimahi.

Gagasan pembangunan keduanya telah dicetuskan sejak 2004-2005 lalu. Namun realisasinya baru dapat dilaksanakan pada Oktober 2017, setelah setahun sebelumnya kontrak pembangunannya ditandatangani.

Basuki pun berharap agar program normalisasi dapat dilanjutkan kembali.

"Saya bilang ke Pak Gubernur, kalau sudetan itu selesai, 60 persen (air) lewat situ. Di Ciliwung kurangi banyak, apalagi ditahan di Ciawi dan Cimahi, mustinya sip itu," tuntasnya.

Lebih baik

Sementara itu, Anies mengklaim, dampak banjir yang terjadi pada tahun ini jauh lebih baik dibandingkan tahun 2015.

Perbaikan Tanggul Jatipadang, Jakarta Selatan, dilakukan Kamis (18/4/2019). Tanggul itu kembali jebol Selasa lalu.KOMPAS.com - Walda Marison Perbaikan Tanggul Jatipadang, Jakarta Selatan, dilakukan Kamis (18/4/2019). Tanggul itu kembali jebol Selasa lalu.
Ia menyebut, pada 2015 ada sekitar 230.000 orang yang mengungsi akibat banjir. Pada 2019, jumlah pengungsi tak sebanyak dulu, yaitu 1.600 warga yang mengungsi. 

"Coba bayangkan tahun 2015 ada 230.000 orang mengungsi, kemarin 1.600 orang, kenapa terjadi? Karena volume air dari hulu tidak dikendalikan. Jadi kalau dibandingkan (2019), sangat kecil dibandingkan dengan 2015," ucap Anies di Balai Kota, Jakarta Pusat, Senin (29/4/2019).

Anies mengatakan, volume air di hulu sungai perlu dikendalikan dengan dibangunnya waduk-waduk.

Baca juga: Pembangunan Sarana Pengendali Banjir Jauh dari Target

"Begitu hujan ya langsung mengalir kalau itu dibuatkan waduk-waduk maka volume air yang turun akan terkendali. Itulah jangka pendek yang harus segera dituntaskan," lanjutnya.

Pada tahun ini, Anies juga menilai jika banjir lebih cepat surut. Dengan begitu, warga bisa segera kembali ke rumahnya masing-masing.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com