Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Sejumlah Risiko Jika Proyek Infrastruktur Digarap Tergesa-gesa

Kompas.com - 29/01/2019, 21:00 WIB
Dani Prabowo,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Proyek infrastruktur yang digarap secara terburu-buru berisiko menimbulkan berbagai problematika saat pelaksanaan maupun setelah beroperasi.

Menurut pengamat infrastruktur Universitas Indonesia Wicaksono Adi, idealnya sebuah proyek infrastruktur seperti jalan, jalan tol, jembatan dan pelabuhan digarap dalam rentang waktu 2-3 tahun.

"Untuk proyek complicated seperti bendung butuh waktu lebih dari tiga tahun," kata Adi kepada Kompas.com, beberapa waktu lalu.

Ada beberapa kompleksitas yang menyebabkan suatu proyek infrastruktur dapat dikerjakan dengan cepat atau lambat. Mulai dari terbatasnya logistik, sumber daya manusia, hingga pasokan material.

Belum lagi adanya anomali cuaca seperti yang terjadi saat ini. Ia mengatakan, idealnya sebuah proyek infrastruktur dikerjakan pada saat musim kemarau untuk memastikan setiap tahapan yang dilakukan berjalan sesuai dengan petunjuk manual yang telah disusun saat perencanaan.

Baca juga: Tidak Grasa-grusu, Waktu Ideal Rampungkan Infrastruktur 2-3 Tahun

Persoalan timbul ketika adanya dorongan untuk mempercepat pekerjaan guna mengejar tenggat waktu yang ditargetkan.

Sementara pada saat yang sama hujan deras terus mengguyur sehingga membuat kualitas akhir dari proyek yang dikerjakan menjadi kurang maksimal.

Retaknya Jalan Tol Pemalang-Batang dan ambrolnya lereng Tol Salatiga-Kartasura akibat hujan deras, merupakan salah satu contohnya.

Padahal, kedua proyek tersebut belum satu bulan beroperasi setelah diresmikan Presiden Joko Widodo pada 20 Desember lalu.

"Jadi ini istilahnya mau ngebut bisa tapi konsekwensinya di kualitas," kata dia.

Adi menambahkan, infrastruktur yang digarap terburu-buru menimbulkan berbagai risiko, mulai dari usia struktur yang lebih pendek karena tidak digarap sesuai kaidah yang diatur pada panduan manual yang dirancang, serta kualitas yang rendah.

Belum lagi potensi terjadinya kecelakaan kerja saat proyek dikerjakan dan timbulnya korban akibat kerusakan yang timbul setelah beroperasi.

Sebuah kendaraan melintas di ruas jalan tol Pemalang-Batang yang retak di KM 321, Kelangdepok, Kecamatan Bodeh, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, Jumat (18/1/2019). Jalan retak sepanjang 50 meter tersebut akibat longsor pada sisi selatan jalan tol dampak curah hujan yang tinggi sejak Rabu (16/1/2019) sore. ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra Sebuah kendaraan melintas di ruas jalan tol Pemalang-Batang yang retak di KM 321, Kelangdepok, Kecamatan Bodeh, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, Jumat (18/1/2019). Jalan retak sepanjang 50 meter tersebut akibat longsor pada sisi selatan jalan tol dampak curah hujan yang tinggi sejak Rabu (16/1/2019) sore.
Bila hal tersebut terjadi maka dampak yang muncul pun kian beragam. Mulai dari kerugian materiil dan imateriil serta korban luka-luka hingga jiwa.

Belum lagi adanya potensi molornya penyelesaian proyek akibat adanya moratorium dari pemerintah untuk mengevaluasi setiap tahapan kinerja proyek.

Kecelakaan

Rentetan kasus kecelakaan konstruksi yang terjadi pada akhir 2017 hingga awal 2018 merupakan contoh bagaimana pemerintah mengambil langkah tegas untuk mengaudit proyek infrastruktur yang sedang berjalan.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau