Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Agar TOD Tak Cuma "Marketing Gimmick", Ini Solusinya...

Kompas.com - 11/12/2018, 18:52 WIB
Erwin Hutapea,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

Di Stasiun Rawa Buntu, proyek tersebut digarap Perum Perumnas. Ada 3.632 unit hunian yang akan dibangun di atas lahan seluas 24.626 meter persegi.

Sementara itu, proyek di Stasiun Jurangmangu akan digarap PT Hutama Karya (Persero) melalui anak usahanya, PT HK Realtindo.

Ada 4.150 unit apartemen yang akan dibangun pada enam menara di atas lahan seluas 4,6 hektar.

Adapun untuk proyek di Stasiun Cisauk akan dikembangkan PT Adhi Commuter Properti yang merupakan anak usaha dari PT Adhi Karya (Persero) Tbk.

Menurut Dirut Adhi Karya, Budi Harto, ada 2.641 unit hunian yang dikembangkan pada enam menara apartemen. Tahap pertama sebanyak 832 unit, 300 unit di antaranya ditujukan bagi MBR.

Terkait hal itu, Bernardus berpendapat pelaku pengembangan hunian berkonsep TOD, terutama BUMN, hanya memikirkan pendapatan dan keuntungan yang diperoleh dari masyarakat.

“TOD di Indonesia tidak proporsional karena pemikirannya hanya dari aspek komersial semata. Ada bahaya over commercialization dari TOD,” ucapnya.

Jika konsep TOD tidak dikerjakan dengan benar, akan menghilangkan kesempatan untuk meremajakan dan merevitalisasi kota.

Bagi dia, peremajaan kota merupakan masalah yang harus diperhatikan karena berpengaruh terhadap terciptanya lingkungan hidup yang layak dan berkualitas, seperti bisa dilihat di kota-kota besar lainnya di dunia.

“Akan hilang sia-sia kesempatan untuk melakukan peremajaan dan revitalisasi kota. Padahal, peremajaan merupakan praktik penting demi menciptakan kawasan-kawasan layak hidup berkualitas, serta membawa kota-kota kita sejajar dengan kota-kota mega di dunia,” jelasnya.

Bernardus melihat penerapan konsep TOD saat ini merupakan bisnis untuk menyediakan angkutan massal berupa kereta yang dilengkapi dengan fasilitas komersial di setiap stasiun.

Padahal, keuntungan dari komersialisasi itu tidak harus didapat dari semua stasiun. Hal itu tergantung dari kondisi serta jumlah orang yang datang dan pergi dari stasiun tersebut.

Sekarang ini sekadar usaha penyelenggaraan layanan transportasi massal untuk mendapatkan non-farebox income yang seolah-olah bisa dilakukan di tiap titik stasiun.

"Padahal, dari pengalaman banyak negara, tidak semua titik transit bisa jadi vibrant dan punya nilai komersial yang sama,” ungkap dia.

Sehubungan dengan pemberian hak untuk mengelola dan mengembangkan suatu kawasan, menurut Bernardus, hal itu harus diawasi secara ketat oleh pemerintah karena berpotensi menimbulkan penyelewengan.

"Pemberian hak pengusahaan rentan diselewengkan menjadi land grabbing. Jadi harus dipimpin dan diatur pemerintah," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau