Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lengkapi Rencana Tata Ruang, Pemetaan Gempa Mikrozonasi Dibutuhkan

Kompas.com - 09/10/2018, 18:19 WIB
Rosiana Haryanti,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Selain bencana alam gunung meletus, gempa juga menghantui hampir seluruh wilayah di Indonesia. 

Direktorat Jenderal Tata Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Abdul Kamarzuki mengungkapkan, seluruh wilayah di Indonesia memiliki kerawanan terhadap gempa.

"Dari sudut pandang bencana lain dapat dikatakan tidak ada kabupaten atau pun kota di Indonesia yang bebas dari ancaman bahaya," ujar Abdul menjawab Kompas.com, Selasa (9/10/2018).

Menurut dia, hanya Pulau Kalimantan yang relatif memiliki bahaya rendah.

89 Patahan Aktif Melintasi Permukiman

Berdasarkan data yang diperoleh dari Peta Gempa Nasional yang dirilis tahun 2017, terdapat setidaknya 295 zona bahaya patahan aktif.

Selain zona patahan aktif, adapula zona subduksi yang melintas Pantai Barat Sumatera, Pantai Selatan Jawa-Bali, Nusa Tenggara, dan di utara Sulawesi.

Selain itu, zona subduksi tersebut juga melintasi Kepulauan Maluku dan Papua. Abdul menambahkan, ketika data tersebut dibeberkan, ada sekitar 89 patahan aktif yang melintasi permukiman.

Baca juga: Banyak Riset tentang Potensi Gempa Seringkali Diabaikan

Peta Gempa Nasional 2017 sangat berguna sebagai acuan dalam pembuatan bangunan tahan gempa. Namun Abdul menambahkan, peta tersebut hanya menyebutkan bahaya guncangan di batuan dasar.

"Sedangkan perencanaan tata ruang membutuhkan informasi bahaya guncangan di permukaan yang dapat bervariasi di berbagai lokasi di Indonesia," imbuh dia.

Variasi ini disebabkan oleh adanya perbedaan kondisi geologi dan jenis tanah di atas batuan dasar tersebut.

Misalnya jenis tanah lunak seperti rawa gambut dan tanah aluvial yang dapat memengaruhi penguatan gelombang guncangan gempa.

Mayoritas masyarakat menempati wilayah ini karena mempertimbangkan kesuburan tanah dan aspek morfologinya.

Perumnas Balaroa, Palu, Sulawesi Tengah, luluh lantak akibat gempa bumi terlihat, Sabtu (6/10/2018). Gempa bumi Palu dan Donggala bermagnitudo 7,4 mengakibatkan sedikitnya 925 orang meninggal dunia dan 65.733 bangunan rusak.KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO Perumnas Balaroa, Palu, Sulawesi Tengah, luluh lantak akibat gempa bumi terlihat, Sabtu (6/10/2018). Gempa bumi Palu dan Donggala bermagnitudo 7,4 mengakibatkan sedikitnya 925 orang meninggal dunia dan 65.733 bangunan rusak.
Abdul menuturkan, banyak pihak yang mengeluarkan peta bencana, termasuk Kementerian PUPR.

"Oleh karena itu, Peta Gempa 2017 pada skala nasional tersebut perlu dirincikan ke dalam peta mikrozonasi gempa bumi, khususnya pada skala kabupaten atau kota agar dapat digunakan dalam RTRW dan RDTR," tutur Abdul.

Peta bahaya gempa yang dikeluarkan oleh Kementerian PUPR merupakan peta guncangan pada batuan dasar atau bedrock.

Baca juga: Data OSM, Likuefaksi di Desa Jono Oge Seluas 436,87 Hektar

Peta ini lebih sesuai digunakan dalam analisis pembangunan gedung dan infrastruktur lainnya.

"Jika menggunakan peta bahaya tersebut, maka zonasi ruang di suatu kota atau kabupaten menjadi kurang tepat, karena dinilai rawan semua," imbuh dia.

Lebih lanjut, rencana tata ruang membutuhkan peta bahaya gempa dalam bentuk bahaya permukaan. Peta ini dikeluarkan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi.

"Namun saat ini, peta yang dikeluarkan masih bersifat makro," kata Abdul.

Untuk kebutuhan rencana rinci mengenai tata ruang, maka dibutuhkan pemetaan mikrozonasi untuk melengkapi peta tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau