Selain tumpuan bangunan, penggunaan paku juga memengaruhi kekuatan bangunan terhadap gempa.
Pemakaian paku sebagai penyambung antar kayu justru malah mengubah tumpuannya sendi jepit. Struktur ini bersifat kaku, dan membuat bangunan tidak kuat hingga patah saat menghadapi guncangan.
Senada dengan Sumantri, Iman Satyarno, dosen dari Departemen teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada mengungkapkan hal serupa.
Menurutnya, dari sisi konsep, faktor keamanan rumah tradisional dalam menghadapi gempa memang sudah dipikirkan.
Material yang digunakan pun merupakan bahan ringan dan alami, seperti kayu, papan, atau anyaman bambu.
Namun menurut Iman, keamanan rumah tradisional terhadap gempa belum dikaji secara akademis.
Dilema
Sumantri mengatakan, perubahan gaya hidup masyakarat juga menjadi penyumbang banyaknya kerusakan yang ditimbulkan.
Perubahan tersebut, lanjut dia, melingkupi penggunaan material pada bangunan. Bangunan masyarakat Lombok yang awalnya hanya terbuat dari kayu dan bambu, berubah menjadi bangunan beton.
Sumantri menambahkan, pandangan masyarakat mengenai rumah bata memang sulit diubah.
“Masyarakat belum tentu mau, mereka ingin kelihatan lebih moderen, makanya perlu sosialisasi,” cetus dia.
Selain itu, masalah biaya juga menjadi faktor penting keengganan masyarakat membangun rumah standar tahan gempa.
Material rumah aman gempa memang membutuhkan bahan baku yang lebih mahal, seperti penggunaan tiang besi berdiameter besar dan semen dengan kualitas terbaik. Masalah ini umumnya terjadi di daerah-daerah terpencil.
Padahal jika faktor ini menjadi masalah utama, biaya pembangunan rumah tradisional justru lebih murah bila dibandingkan dengan pembangunan rumah tahan gempa.
Untuk itu, jika masyarakat masih ingn menggunakan bata sebagai tambahan, Sumantri menyarankan agar menggunakan kombinasi model rumah.
“Kalau mau ada bata tambahan, satu meter saja di bagian bawah, di atasnya baru kayu. Jadi kombinasi seperti itu. Tapi apakah mau, kembali ke masyarakat lagi,” tutup Sumantri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.