Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jakarta, Belajarlah Mewarnai Kota ke Curitiba

Kompas.com - 01/08/2018, 20:08 WIB
Dani Prabowo,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mewarnai fasilitas publik kota bukanlah pekerjaan sepele. Apalagi mewarnai Jakarta, provinsi sekaligus ibu kota Indonesia yang menjadi cerminan wajah negara ini.

Ketua Umum Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Ahmad Djuhara mengatakan, dibutuhkan proses panjang dan peran serta ahli dalam merancang perubahan wajah kota. Terlebih, perubahan ini dilakukan dalam rangka menyambut Asian Games 2018.

Proses itu mulai dari perencanaan, sayembara, penentuan desain, hingga pada akhirnya eksekusi. Sebab, bukan wajah kumuh ala dekorasi sederhana yang diharapkan untuk ditampilkan kepada para tamu negara yang terdiri atas atlet, offisial, pendukung hingga awak media yang dipastikan juga akan mengekspos wajah DKI.

Baca juga: Separator Diwarnai, Jakarta Jadi Norak dan Amburadul

Separator jalan dicat warna-warni di kawasan TMII, Jakarta Timur, Minggu (29/7/2018). Pemprov DKI melakukan pengecetan untuk menyambut Asian Games 2018.Stanly Ravel Separator jalan dicat warna-warni di kawasan TMII, Jakarta Timur, Minggu (29/7/2018). Pemprov DKI melakukan pengecetan untuk menyambut Asian Games 2018.

"Tidak semudah itu mengecat kota. Beberapa kota mungkin mengambil contoh dalam mengecat kampung sebagai cara yang paling cepat. Bisa dihargai, tapi dalam kaidah desain itu adalah cara yang paling gampang (dan seakan) tidak dipikirkan lagi," kata Djuhara kepada Kompas.com, Senin (30/7/2018).

Beberapa waktu terakhir, wajah Jakarta sempat berubah. Sejumlah separator jalan dicat warna-warni bak pelangi, mengikuti logo Asian Games 2018 yang akan digelar di Jakarta dan Palembang.

Akan tetapi, pengecatan ini menuai polemik. Ada yang mendukung. Namun, tak sedikit pula yang menyayangkan bahkan menganggap Jakarta semakin amburadul.

Baca juga: Terkait Separator Jalan Dicat Warna-warni, Pakar: Ini Bukan Dufan

Trotoar di kompleks Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat kini dipercantik dengan cat warna warni, Rabu (1/8/2018)KOMPAS.com/ RINDI NURIS VELAROSDELA Trotoar di kompleks Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat kini dipercantik dengan cat warna warni, Rabu (1/8/2018)

"Tampak sekali ketika orang banyak penolakan ya. Itu sangat tidak membuat nyaman sebetulnya. Apalagi kalau dikaitkan (dengan simbol) LGBT (lesbi, gay, biseksual, transgender) nih kota," kata Djuhara.

Belakangan, separator jalan yang telah dicat sebelumnya, mulai dikembalikan ke warna aslinya. Kondisi tersebut seperti terlihat di kawasan Pasar Rebo, Jakarta Timur.

Baca juga: Separator Warna-warni di Pejaten Barat Akan Dikembalikan ke Warna Semula

Menurut Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup DKI Yusmada Faizal, pewarnaan separator jalan perlu mengacu standar universal.

Seorang pesepeda bernama Yupa bersepeda di jalur sepeda trotoar Jalan Asia Afrika, Senayan, Jakarta, Selasa (31/7/2018). Jalur khusus sepeda itu terhalang tiang.KOMPAS.com/NURSITA SARI Seorang pesepeda bernama Yupa bersepeda di jalur sepeda trotoar Jalan Asia Afrika, Senayan, Jakarta, Selasa (31/7/2018). Jalur khusus sepeda itu terhalang tiang.
Pemprov DKI diketahui belum menetapkan standar warna kelengkapan jalan seperti kota-kota lain di dunia. Namun, DKI perlu mengikuti standar hitam putih yang digunakan di seluruh dunia.

Arsitek senior Bambang Eryudhawan mengatakan, tidak semestinya infrastruktur publik seperti jalan dan alat pelengkapnya dicat bak pelangi.

Alasannya, pertama, ada kaidah standar pewarnaan yang tentu telah diatur, baik di dalam Undang-Undang tentang Jalan maupun Peraturan Menteri Perhubungan.

Kedua, tidak setiap tempat membutuhkan penguatan karakter dengan pewarnaan. Apalagi, euphoria Asian Games hanya bersifat sementara, sehingga perlu dipertimbangkan bagaimana cara mudah mengembalikan kondsisi infrastruktur ke keadaan semula.

Baca juga: Anggota DPRD DKI Ini Nilai Pengecatan Separator Warna-warni Pemborosan

Meski demikian, memang ada sejumlah tempat yang memerlukan penguatan karakter, misalnya, taman.

"Oh di taman ada bangku-bangku, mungkin bangkunya ingin diwarnai untuk menyambut Asian Games oke juga. Tapi, kalau kemudian masuk ke infrastruktur kota yang sifatnya lebih permanen, apalagi jalan negara seperti Sudirman, harus lebih berhati-hati ya," tutur Yudha.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau