Mafhum bila dalam mengerjakan proyek dengan tingkat kompleksitas tinggi ini, mereka mempertaruhkan segala sumber dayanya; dana, reputasi, kemampuan, kerja keras, etos, dan juga teknologi modern.
"Makassar punya potensi luar biasa besar. Proyek sejenis belum pernah ada sebelumnya," imbuh Harun.
Baca juga : Rp 30 Triliun Bakal Mengucur di Losari
Dengan pertumbuhan ekonomi 2017 mencapai 7,9 persen atau di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi Nasional, kota yang menjadi hub Kawasan Timur Indonesia (KTI) ini terlalu seksi untuk dilewatkan begitu saja.
Resistensi
Senior Director Ciputra Group Nanik J Santoso menuturkan, CitraLand City Losari merupakan bagian dari Kawasan Pengembangan Strategis Center Point of Indonesia (CPI) dengan dimensi total 157,23 hektar.
Tahap pertama reklamasi berupa timbunan pasir telah rampung 100 persen. Sementara proses pemadatan lahan sudah berada pada posisi 75 persen.
"Ini proyek dengan risiko tinggi. Kami tidak mau main-main. Kami pilih kontraktor, dan konsultan kaliber internasional," ungkap Nanik.
Baca juga : Ada Belanda di Balik Proyek Reklamasi Pluit City dan CPI
Dia berkisah, selain memilih kontraktor dan konsultan internasional, PT Boskalis International Indonesia, pihaknya juga sangat terperinci memperhatikan segala perizinan reklamasi, termasuk perkara analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal).
"Kami tidak akan membangun bila seluruh perizinan belum terpenuhi," sebut dia.
Nanik mengakui, pembangunan reklamasi merupakan "isu" yang sangat seksi dan masih mengundang kontroversi karena dianggap bakal menimbulkan kerusakan lingkungan. Terutama jika mengacu pada proyek serupa di Jakarta.
CPI pun tak luput dari perhatian para pecinta dan pegiat pelestarian lingkungan. Di antaranya Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Selatan.
Direktur Eksekutif Walhi Sulawesi Selatan Asmar Exwar mengungkapkan resistensi dari masyarakat pesisir dan warga kota Makassar.
"Karena reklamasi tidak memberikan dampak positif dan bermanfaat bagi masyarakat. Reklamasi hanya akan menghilangkan habitat alami pesisir seperti mangrove, lamun, dan terumbu karang serta menghilangkan mata pencarian," tutur Asmar.
Dia menambahkan, sebelum pekerjaan reklamasi di bagian laut dilakukan, sudah menggusur sebanyak 45 kepala keluarga (KK) pencari kerang Mariso.
Karena itulah, menurut Asmar, pegiat lingkungan seperti dirinya, Walhi, dan masyarakat pesisir menentang pembangunan reklamasi CPI.
Namun menurut Nanik, klaim Asmar tidak berdasar. Para nelayan kini dapat melakukan aktivitasnya dengan normal.
Bila sebelumnya kondisi pesisir pantai demikian dangkal dan tidak bisa dimanfaatkan untuk mencari ikan dan kerang, kini setelah dilakukan pendalaman sekitar 2 hingga 3 meter, mereka bisa meraup hasil pencarian ikan sebagaimana yang diharapkan.
"Ciputra-Yasmin mengikuti prosedur dan taat regulasi dengan mengantongi seluruh perizinan. Pembangunan reklamasi itu ada dasarnya, Peraturan Presiden (Perpres) No 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil," beber Nanik.
Teknologi modern
Nanik meyakini, pembangunan reklamasi CPI yang dilaksanakan PT Boskalis International Indonesia tidak akan berdampak buruk terhadap lingkungan.
Untuk menghasilkan kualitas pembangunan reklamasi serupa, teknologi yang sama diadopsi pada proyek CPI ini. Serangkaian teknologi konsolidasi dan pemadatan tanah pun dilakukan.
Di antaranya, mencakup pemasangan vertical drain atau prefabricated vertical drain (PVD), vibro floatation, dynamic compaction, dan high impact compaction (HEIC) yang dilakukan secara paralel selama 24 jam dan 7 hari dalam seminggu.