KompasProperti – Tatkala peritel di Amerika Serikat dan sebagian besar Eropa merayakan musim libur terbaik sepanjang tahun, peritel ternama H&M justru merana.
Berbeda dengan rival beratnya, Zara, kondisi bisnis H&M justru tengah redup. Pundi-pundinya tak lagi setebal dahulu.
Pada pertengahan Desember ini, manajemen H&M mengumumkan penurunan penjualan kuartalan terbesar dalam satu dekade.
Penjualan sebelum pajak merosot 4 persen menjadi 50,4 miliar kronor Swedia (sekitar 6 miliar dollar AS).
Saham H&M juga anjlok hingga 16 persen, penurunan paling tajam sejak Maret 2001.
Baca juga: Saham dan Penjualan Babak Belur, H&M Bakal Tutup 90 Toko
Terjangan badai yang melanda perusahaan asal Swedia itu tentunya mengejutkan dunia. Pihak internal perusahaan pun segera melakukan refleksi dan mulai menatap masa depan.
“Kami telah membuat kesalahan,” ungkap Chief Executive Officer H&M Karl Johan Persson, sebagaimana diwartakan Bloomberg, Jumat (22/12/2017).
Johan, yang juga merupakan cucu dari pendiri H&M, mengatakan, pihaknya akan bekerja ekstra keras untuk mengatasi situasi kelam.
Caranya dengan menutup gerai berkinerja buruk dan membenahi sejumlah kekurangan internal perusahaan.
Badai yang tengah dialami H&M, bagaimana pun, tak lepas dari nuansa toko yang usang, kurang kekinian, serta lemahnya penetrasi digital.
Menurut Marguerite Le Rolland, analis dari lembaga riset Euromonitor, pelanggan berangsur-angsur meninggalkan gerai dan situs daring H&M serta beralih pada kompetitor lainnya.
“Pengalaman belanja konsumen, di situlah tantangan terbesar H&M,” ucap dia.
Euforia masa lalu
Seiring jatuhnya saham, Chairman H&M Stefan Persson yang juga ayah dari sang CEO, segera bergerak cepat.