JAKARTA, KompasProperti - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini M Soemarno mendorong agar PT Hutama Karya (Persero) dan PT Waskita Karya (Persero) Tbk "menjual" konsesi tol yang dikelola mereka kepada pihak swasta. Namun, dorongan Rini justru menuai pro dan kontra.
Ruas tol yang dimaksud yaitu Tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (Becakayu) yang dikelola Waskita dan Tol Medan-Binjai yang dikelola Hutama Karya. Keduanya baru saja diresmikan Presiden Joko Widodo beberapa waktu yang lalu.
Pro dan kontra terjadi saat rapat kerja antara Komisi V DPR dengan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono serta Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Rabu (6/12/2017).
Mereka yang menolak penjualan konsesi tol di antaranya anggota Komisi V Iwan Andi Darmawan Aras, yang menyebut tindakan yang didorong Rini merupakan langkah swastanisasi aset negara.
"Apakah ada jaminan swsata bisa memberikan keuntungan dengan mengelola jalan tol, bandara dan pelabuhan. Hati-hati dalam melakukan swastanisasi," kata Iwan.
Sementara itu, anggota Fraksi Gerindra Subarna meminta pimpinan Komisi V mendesak pemerintah membuka daftar aset negara yang dikerjasamakan dengan swasta, baik asing maupun lokal.
Adapun anggota Fraksi Golkar Hamka Baco Kady mengusulkan, daripada menjual kepada swasta atau asing, sebaiknya aset tersebut dijual kepada perusahaan pelat merah lainnya.
"Jangan sampai kerja sama dengan swasta yang tidak jelas dan alangkah baiknya diberikan dan dikelola BUMN," kata Hamka.
Menanggapi hal tersebut, Basuki menegaskan, pemeritah tidak pernah berniat untuk menjual jalan tol. Hanya, pemerintah membutuhkan banyak dana untuk membangun proyek-proyek infrastruktur yang ditargetkan.
Jalan tol, misalnya, ditargetkan pembangunannya dapat mencapai 1.852 kilometer sampai 2019 mendatang. Untuk dapat memenuhi target tersebut, setidaknya dibutuhkan anggaran sekitar Rp 300 triliun.
Sementara, anggaran yang dianggarkan pemerintah di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai dukungan tidak lebih dari 7 persen.
Untuk mengatasi tingginya gap pembiayaan, pemerintah memutar otak untuk mendapatkan pendanaan dengan beragam skema pembiayaan.
Misalnya, melalui Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), ekuitas, pinjaman perbankan, penerbitan global bonds atau project bond, hingga sekuritisasi.
"Dengan adanya KPBU, misalnya, penghematan APBN bisa dibawa ke daerah lain yang membutuhkan government direct investment. Kemudian, pemilikan aset jalan tol tetap menjadi milik pemerintah. Jadi tidak mengalihkan aset," kata Basuki.
Sebelumnya, Rini mengatakan, biaya pembangunan Tol Trans-Sumatera yang tinggi memaksa pemerintah mencari alternatif di tengah percepatan pembangunan infrastruktur.