“Jadi tampaknya Kanwil Pajak ini mempermainkan ketentuan. Saya sudah koordinasi dengan Kanwil Pajak, dan saya pertanyakan dasar hukum mereka dan langsung ditanyakan ke pimpinan Kanwil DJP Bali, tetapi belum ada jawaban,” katanya.
Apalagi, kata dia, KPP Madya seharusnya tidak boleh menolak SPT yang disampaikan wajib pajak, karena belum dilakukan pemeriksaan.
Lebih jauh, bila proses ini dilanjutkan ke penyidikan, ia beranggapan, KPP Madya dan Kanwil Ditjen Pajak Bali kurang memahami aturan main tentang pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan pajak. Indikasi tagihan utang pajak tersebut pun fiktif.
Terlebih, imbuh Cuaca, KPP Madya telah menerima Rp 7 miliar dari utang pajak Hardi tahun 2011 dan 2012 sebesar Rp 22 miliar.
"Ternyata utang pajak ini, tidak memiliki nilai tagih alias bodong. Oleh karena itu Rp 7 miliar harus kami tarik kembali. Karena Surat Ketetapan Pajak (SKP) tidak memiliki nilai tagih," kata dia.
Cuaca menduga banyak SKP yang diterbitkan KPP Madya Denpasar, tidak memiliki nilai tagih dan kemudian WP dikejar untuk bayar. Seharusnya hal ini tidak perlu dibayar, mengingat Kanwil Pajak salah melaksanakan peraturan.
"Sebab September 2017 kemarin, Hardi telah memasukkan SPT PPN, tetapi ditolak oleh kantor pajak. Alasannya karena Hardi sedang berstatus dalam pemeriksaan bukti permulaan,” tambah dia.
Cuaca berharap penyidikan ini dibatalkan, karena tidak sah dan bisa merusak citra Kanwil DJP Bali.
Khususnya, seluruh harta Hardys kini tengah dalam kuasa kurator setelah dinyatakan pailit, dengan total aset Rp 4,3 triliun dan kepailitannya Rp 2,1 triliun.
Sementara itu, Gede Hardiawan menyerahkan semuanya ke kuasa hukumnya, lantaran dirinya tidak memahami pajak.
"Sebab saya tidak mengerti hukum pajak, sama seperti kebanyakan pengusaha lainnya di Bali. Pak Cuaca yang mengurus masalah pajak kami, sebab paham Undang-undang pajak dan hak WP sesuai UU, " kata Hardiawan.
Ia berharap ada bantuan mediasi dari Kadin atau Hipmi Bali, ke KKP Madya dan Kanwil DJP Bali, mengingat statusnya sedang pailit. (AA Seri Kusniarti)
Artikel ini telah tayang di Tribun Bali pada Minggu (3/12/2017).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.