JAKARTA, KOMPAS.com - Singkatnya waktu yang diberikan kepada Komite Bersama Reklamasi Teluk Jakarta untuk memutuskan nasib reklamasi dianggap tidak relevan dengan masalah sesungguhnya yang terjadi di Teluk Jakarta.
Komite Bersama Reklamasi Teluk Jakarta terdiri dari perwakilan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dan Kemenko Maritim.
Mereka diberikan waktu dua bulan sejak terbentuk pada 18 April 2016 untuk memberikan keputusan terkait Reklamasi Teluk Jakarta. Itu artinya keputusan tersebut sudah harus ada pada pertengahan Juni 2016.
Oleh sebab itu, mereka mengadakan focus group discussion (FGD) berupa konsultasi publik pada Sabtu (11/6/2016) lalu.
Namun, konsultasi publik itu justru dinilai terburu-buru dan diluar jalur seharusnya proses konsultasi publik.
Jika dilihat dari filosofi perencanaan, maka konsultasi publik dilakukan bukan untuk meminta izin masyarakat tetapi untuk mengambil aspirasi dan mencoba mencari potret yang lengkap dari kondisi saat ini.
Selain itu, juga digunakan mengambil pelajaran dari aspirasi itu untuk disatukan dalam skenario perencanaan.
"Selama konsultasi publik ini belum menghasilkan gambaran yang tepat dan dirasa masih banyak kontroversi itu mesti harus dilakukan tanpa batas waktu," jelas Ketua Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Bernardus Djonoputro, kepada Kompas.com, Sabtu (11/6/2016).
Bernie, sapaan karibnya, melanjutkan bahwa semestinya kinerja Komite Bersama Reklamasi Teluk Jakarta jangan terganggu oleh ketergesaan akan sebuah target.
Dia mencontohkan bahwa Malaysia melakukan konsultasi publik untuk merencanakan tata ruang kotanya selama enam setengah tahun.
Ketergesaan, menurut Bernie akan menyebabkan aspirasi masyarakat hanya tertampung sebagian dan menyisakan banyak aspirasi tak terakomodasi.
"Ketergesaan dalam konsultasi publik ini menyebabkan amplifikasi aspirasi tidak terkalibrasi semua dan saya melihat secara teknis ini agak sembarangan dan dilakukan secara terburu-buru," tambahnya.
Berdasarkan pantauan Kompas.com, konsultasi publik tersebut justru menjadi ajang curhat dan keluh kesah warga Teluk Jakarta akibat reklamasi.
Padahal Ketua Komite Bersama, San Afri Awang sudah mewanti-wanti agar konsultasi publik diwarnai dengan solusi terkait masalah Reklamasi Teluk Jakarta.
Dalam konsultasi publik tersebut, beberapa perwakilan masyarakat Teluk Jakarta menyampaikan keluh kesahnya mulai dari relokasi ke rumah susun sewa (rusunawa) hingga hilangnya mata pencaharian mereka sebagai nelayan.
Baca: Rusunawa Dianggap Bukan Solusi untuk Nelayan Korban Gusuran Reklamasi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.