Sementara pembelian apartemen dengan menggunakan fasilitas kredit pemilikan apartemen (KPA) hanya 26 persen.
Padahal, menurut Division Head Secured Loan OCBC NISP, Veronika Susanti, skema pembiayaan seperti itu merupakan bola liar dan dapat menimbulkan risiko tinggi bagi perekonomian Indonesia.
"Praktek-praktek menghimpun dana konsumen melalui tunai bertahap kepada developer, berpotensi menjerumuskan sektor properti ke dalam kondisi bubble. Kalau tidak segera diantisipasi, bubble tidak bisa ditahan," papar Veronika.
LTV
Transaksi properti secara langsung antara konsumen dan pengembang sejatinya dipicu oleh pemberlakuan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 17/10/PBI/2015 tentang Rasio Loan to Value atau Rasio Financing to Value terutama terkait penghapusan kredit pemilikan rumah (KPR) inden.
PBI menyebabkan pengembang baru bisa menjual properti setelah 100 persen bangunan selesai. Inilah yang memberatkan, terlebih bagi pengembang yang konstruksi finansialnya tidak kuat.