Layanannya mencapai 100 juta penumpang dalam waktu kurang dari 3 tahun pada tanggal 13 Juli 1967, dan mencapai 1 miliar penumpang pada tahun 1976.
Kini jaringan KA Cepat Jepang sudah mencapai 2.615.7 kilometer dengan rentang kecepatan operasi 240 hingga 320 kilometer per jam.
China
Tak mau kalah, China juga meluncurkan KA Cepat pada tahun 2008. Negara ini secara cepat mampu melampaui Jepang dalam membangun rel.
Total jaringan KA berkecepatan tinggi di China adalah 16.000 kilometer atau enam kali dari Jepang.
China kemudian bertekad menjadi eksportir kereta cepat global guna membantu meningkatkan ekonomi yang melambat.
Dalam konteks KA Cepat Indonesia, China dan Jepang telah terlibat dalam persaingan sengit melalui lobi-lobi intensif.
Kontes ini merupakan bagian dari permainan catur dua raksasa ekonomi Asia ini demi mengejar pengaruh strategis yang lebih besar di kawasan Asia Pasifik. Tentu Indonesia termasuk di dalamnya.
Ini sangat dapat dimaklumi, sehingga perhitungan tradisional kelayakan tidak semata-mata berlaku, seperti cost-benefit ratio ataupun vaibilitas finansial.
China terbukti berani mengambil risiko berlebih ketimbang Jepang. Namun residual risk selalu ada, dan ini menjadi pekerjaan rumah yang harus tetap diperhitungkan andai terjadi sesuatu di luar skenario normal yang sudah disepakati.
Untung-rugi
Semua proyek pasti ada untung, rugi dan ketidakpastian yang melekat. Kesiapan konsorsium BUMN yang kebanyakan adalah berupa vendor industri konstruksi dan perkeretaapian harus tetap menjadi kehati-hatian bagi pihak regulator.
Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan harus tetap berdiri paling depan sebagai badan regulator untuk mengawasi persaingan antar-operator dan menerima kembali aset KA yang suatu saat nanti berakhir masa konsesinya.
Untuk itu Pemerintah perlu segera membentuk Otorita KA Cepat atau Badan Pengelola aset KA yang bertugas merumuskan rencana investasi jangka panjang KA Cepat di Indonesia secara utuh dan menyeluruh.
Badan ini merupakan bagian dari rencana besar atau grand design ekonomi nasional. Bukan sebatas membangun fisik trek Jakarta-Bandung-Surabaya.