Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KA Cepat Harus Menjadi Bagian dari "Grand Design" Ekonomi Nasional (III)

Kompas.com - 30/11/2015, 23:00 WIB

KOMPAS.com - Pakar infrastruktur transportasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Harun Alrasyid Lubis, mengkritisi pembangunan Kereta Api (KA) Cepat Jakarta-Surabaya yang sudah dimulai, terhitung sejak dikeluarkannya Perpres Nomor 107/2015.

Menurut Harun, dikeluarkannya Perpres ini merupakan pesan bahwa pemerintah sangat serius mempercepat pengadaan beragam infrastruktur untuk mengisi backlog yang menumpuk selama ini dan menopang keberlanjutan pembangunan nasional.

Harun memaparkan, sejatinya ada beragam definisi KA Cepat. Mengutip Organisasi Perkeretaapian Dunia (UIC), KA Cepat dibangun di atas jalur khusus yang dilengkapi dengan teknologi agar dapat berpacu dengan kecepatan sama atau lebih cepat dari 250 kilometer per jam.

"Semua negara berkeinginan memiliki KA Cepat dengan trek dedicated. Namun belum banyak negara yang bisa memiliki," kata Harun.

KA Cepat jarak jauh biasanya perlahan-lahan akan menyerap penumpang angkutan udara yang ada. Di Australia, AS dan Inggris sekalipun, KA Cepat masih menjadi pembahasan publik.

Beberapa jalur mungkin akan segera dimulai di AS. Di Eropa tercatat hanya beberapa negara yang mengoperasikan KA Cepat yakni Perancis, Jerman, Spanyol dan Italia.

Mimpi Uni Eropa untuk memiliki jaringan rel KA Cepat Trans-Eropa, telah ditetapkan oleh Council Directive 2001/16/EC sejak 19 Maret 2001.

Tulisan ini merupakan yang terakhir dari tiga bagian:

==========================================================

Di Asia, Jepang merupakan negara pertama yang mengoperasikan KA Cepat. Kemudian Korea Selatan, Taiwan dan China.

Jepang termasuk yang menikmati kondisi blessing in disguise, karena mereka melakukan over-investasi dan mengoperasikan KA Cepat sejak 50 tahun silam. Ketika itu ide pengembangan KA Cepat di Jepang juga penuh dengan kontroversi politis.

Shutterstock Kereta cepat Jepang, Shinkansen.
Jaringan High Speed Train (HST) Shinkansen kini dioperasikan oleh empat perusahaan. Trek Shinkansen sepanjang 515,4 kilometer yang melayani rute Tokyo ke Osaka memulai layanan pada 1 Oktober 1964, dalam rangka kejar tayang Olimpiade Tokyo.

Menggunakan KA konvesional dari Tokyo ke Osaka memakan waktu 6 jam dan 40 menit. Dengan Shinkansen berkurang menjadi 4 jam, dan tercatat lebih singkat lagi yakni 3 jam dan 10 menit pada tahun 1965.

KA Cepat yang menghubungkan dua kota terbesar di Jepang ini kemudian mampu mengubah gaya bisnis dan kehidupan masyarakat secara signifikan.

Lalu lintas menjadi longgar, permintaan perjalaan di semua moda lain yang sudah ada juga semakin meningkat.

Layanannya mencapai 100 juta penumpang dalam waktu kurang dari 3 tahun pada tanggal 13 Juli 1967, dan mencapai 1 miliar penumpang pada tahun 1976.

Kini jaringan KA Cepat Jepang sudah mencapai 2.615.7 kilometer dengan rentang kecepatan operasi 240 hingga 320 kilometer per jam.

China

Tak mau kalah, China juga meluncurkan KA Cepat pada tahun 2008. Negara ini secara cepat mampu melampaui Jepang dalam membangun rel.

Total jaringan KA berkecepatan tinggi di China adalah 16.000 kilometer atau enam kali dari Jepang.

China kemudian bertekad menjadi eksportir kereta cepat global guna membantu meningkatkan ekonomi yang melambat.

Dalam konteks KA Cepat Indonesia, China dan Jepang telah terlibat dalam persaingan sengit melalui lobi-lobi intensif.

Kontes ini merupakan bagian dari permainan catur dua raksasa ekonomi Asia ini demi mengejar pengaruh strategis yang lebih besar di kawasan Asia Pasifik. Tentu Indonesia termasuk di dalamnya.

Ini sangat dapat dimaklumi, sehingga perhitungan tradisional kelayakan tidak semata-mata berlaku, seperti cost-benefit ratio ataupun vaibilitas finansial.

ED Jones / AFP Sebuah kereta api cepat China memasuki stasiun Provinsi Hebei.
China terbukti berani mengambil risiko berlebih ketimbang Jepang. Namun residual risk selalu ada, dan ini menjadi pekerjaan rumah yang harus tetap diperhitungkan andai terjadi sesuatu di luar skenario normal yang sudah disepakati.


Untung-rugi

Semua proyek pasti ada untung, rugi dan ketidakpastian yang melekat. Kesiapan konsorsium BUMN yang kebanyakan adalah berupa vendor industri konstruksi dan perkeretaapian harus tetap menjadi kehati-hatian bagi pihak regulator.

Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan harus tetap berdiri paling depan sebagai badan regulator untuk mengawasi persaingan antar-operator dan menerima kembali aset KA yang suatu saat nanti berakhir masa konsesinya.

Untuk itu Pemerintah perlu segera membentuk Otorita KA Cepat atau Badan Pengelola aset KA yang bertugas merumuskan rencana investasi jangka panjang KA Cepat di Indonesia secara utuh dan menyeluruh.

Badan ini merupakan bagian dari rencana besar atau grand design ekonomi nasional. Bukan sebatas membangun fisik trek Jakarta-Bandung-Surabaya.

Peluang terbuka untuk memberi kesempatan kepada pengembang lainnya secara kompetitif dan transparan.

Dimulai dari ujung timur yakni Surabaya ke arah titik pertemuan di tengah untuk kemudian berlanjut ke barat dengan persyaratan spesifikasi prasarana yang unik untuk KA Cepat tertentu.

Dalam proses licensing dan izin pasca penerbitan Perpres, konsorsium harus segera melanjutkan persiapan proyek KA Cepat Jakarta-Bandung-Surabaya secara lebih rinci.

Semua aspek harus dikuantifikasi secara seksama, baik aspek teknis seperti alinemen final, manfaat ekonomi, finansial, dampak lingkungan dan pembagian risiko antara privat dan publik, serta upaya memitigasi risiko.

Tak kalah penting adalah menyiapkan strategi dan agenda ketat perihal alih-teknologi kereta cepat.


Sebelumnya:

KA Cepat Harus Menjadi Bagian dari "Grand Design" Ekonomi Nasional (I)
KA Cepat Harus Menjadi Bagian dari "Grand Design: Ekonomi Nasional (II)

 

 

 

 

 

 

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com