Menurutnya, isyarat perlambatan tersebut terlihat dari sepinya pembelian lahan kawasan industri di MM2100, Cibitung, Bekasi, Jawa Barat, sebagai portofolio andalan PT Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk.
"Saya mengakui, lesunya ekonomi yang terjadi sejak kuartal terakhir 2014 berdampak signifikan terhadap industri. Ada banyak perusahaan yang sebelumnya tertarik berekspansi kemudian menundanya," tutur Kobi, kepada Kompas.com, usai seremoni peletakan batu pertama pembangunan Enso Hotel, Senin (15/6/2015).
Sebaliknya, lanjut Kobi, sektor perhotelan justru menawarkan investasi yang menarik. Pasalnya, kebutuhan demikian tinggi sementara pasokan hotel representatif sangat terbatas. Terutama hotel yang dapat memenuhi kebutuhan pasar yang sebagian besar merupakan ekspatriat Jepang dan middle level manager domestik yang bekerja di kawasan industri MM2100.
"Jumlah ekspatriat dari Jepang yang dominan seiring jumlah perusahaan yang beroperasi di MM2100 sebanyak 34 persen dari total 174 perusahaan," ungkap Kobi.
Mempertimbangkan angka potensial ini, perseroan pun menangkapnya sebagai kans yang menjanjikan untuk digarap. Mereka kemudian memulai pengembangan Enso Hotel. Ini merupakan fasilitas akomodasi yang didedikasikan untukbagi pelancong bisnis (business traveler).
"Enso Hotel fokus pada pengalaman tidur yang berbeda, kesegaran, dan koneksi internet bebas hambatan. Kami juga melengkapinya dengan ruang multifungsi, restoran, bar, dan sarana rekreasi," tutur Kobi.
Dengan tawaran kualitas servis (layanan), dan fitur-fitur menarik tersebut, perseroan pun mematok tarif sekitar Rp 700.000 per malam. Kobi mengklaim, hotel dengan fasilitas dan kualitas yang dimiliki Enso Hotel belum pernah ada sebelumnya.
Dengan jumlah kamar 193 unit dan tarif sebesar itu, Bekasi Fajar pun berani menargetkan pendapatan berkelanjutan (recurring income) senilai 3 juta dollar AS (Rp 40 miliar) hingga 4 juta dollar AS (Rp 54 miliar) dalam satu tahun pertama operasi.
Hotel ini dijadwalkan beroperasi pada semester kedua tahun 2016, dengan dana konstruksi sekitar 10 juta dollar AS atau ekuivalen dengan Rp 133 miliar.
Revisi
Ditambahkan Direktur PT Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk, Erick Wihardja, ekspansi bisnis perseroan tak hanya di sektor perhotelan, melainkan juga perkantoran, pergudangan, dan properti komersial lainnya.
"Kami juga akan secara bertahap memanfaatkan dan memperluas lahan baik sebagai cadangan lahan (land bank) maupun dikembangkan sebagai profit center baru kami," ujar Erick.
Dari data yang dihimpun Kompas.com, PT Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk memilih untuk lebih realistis dengan merevisi target penjualan. Mengacu pada luas lahan terjual pada kuartal pertama 2015 yang menurut Colliers International Indonesia hanya seluas kurang dari 5 hektar, perseroan pun hanya berani menargetkan 20 hektar lahan industri terjual sepanjang tahun ini.
Proyeksi ini lebih rendah dari target Bekasi Fajar di awal tahun yang membidik penjualan lahan 40 ha tahun 2015. Ini artinya, perusahaan berkode BEST di Bursa Efek Indonesia itu memangkas separuh target awal.
Saat ini, harga lahan industri di MM2100 sekitar 200 dollar AS atau Rp 2,6 juta per meter persegi. Harga tersebut naik 5,26 persen dari harga tahun lalu yang sebesar 190 dollar AS (Rp 2,5 juta) per meter persegi.
Kendati Senior Associate Director Colliers International Indonesia, Rivan Munansa, mengonfirmasi harga lahan industri MM2100 sekitar 200 dollar AS per meter persegi, namun sangat bergantung pada dimensi yang akan dibeli.
"Tergantung size-nya," imbuh Rivan.
Stabil
Menurut riset Colliers International Indonesia, secara umum memang tidak ada perubahan signifikan di pasar kawasan industri. Kendati demikian lahan yang ditransaksikan seluas 82,12 hektar pada kuartal pertama 2015 atau setara 25 persen total penjualan tahun lalu, tetap menunjukkanpasar kawasan industri masih stabil dan mengikuti tren penjualan tahun 2013 dan 2014.
Seperti yang terlihat pada periode terakhir 2014, penjualan keseluruhan didominasi oleh transaksi dengan barang-barang konsumsi dan perusahaan logistik. Beberapa kawasan industri dengan lahan yang terbatas masih terus memperkenalkan harga baru yang lebih tinggi. Sementara lainnya tetap stabil.