KORNELIS KEWA AMA
Di depan rumah itu berdiri kokoh sebuah pohon beringin yang diperkirakan berusia 100 tahun, dikelilingi batu-batu berdiameter 1-1,5 meter. Batu-batu dan pohon-pohon lain di sekitarnya juga diyakini memiliki kekuatan khusus sebagai bagian dari kekuatan rumah induk Ncuhi.
Di samping rumah adat tersebut berdiri rumah pribadi milik Jamaludin Ismael, ahli waris rumah adat Ncuhi. Setiap tamu umumnya langsung dilayani Jamaludin.
Ketika ditemui di Desa Mbawa, Kecamatan Donggo, Bima, awal Februari, Jamaludin mengatakan, rumah adat Ncuhi di Desa Mbawa merupakan satu-satunya rumah adat yang tersisa di Bima. Sebelum masa pemerintahan Sultan Bima I, Abdul Kahir, kerajaan Bima terpecah menjadi lima bagian yang disebut Ncuhi.
Kelima Ncuhi itu adalah Ncuhi Dara yang berkuasa di Bima tengah, Ncuhi Parewa (Bima selatan), Ncuhi Padolo (Bima barat), Ncuhi Banggapupa (Bima utara), dan Ncuhi Dorowani (Bima timur). Rumah adat Ncuhi di Desa Mbawa merupakan bagian kecil dari Ncuhi Padolo di Bima barat.
”Kata ncuhi artinya raja, juga berarti kerajaan itu sendiri. Dulu, ada banyak kerajaan kecil di Bima dengan istana rajanya masing-masing sebelum kesultanan Bima terbentuk. Di Kecamatan Donggo, tepatnya di Desa Mbawa, masih ada ncuhi. Semua ncuhi sudah punah, tinggal satu ncuhi di Desa Mbawa ini,” kata Jamaludin.
Ncuhi kemudian menjadi simbol kehadiran leluhur, dewa langit, bumi, dan kekuatan alam gaib. Lingkungan alam (tanah, batu, kayu, dan sumber air) harus dijaga warga karena merupakan warisan leluhur.
Rumah adat Ncuhi berbentuk panggung, seluruh bahan bangunannya dari kayu. Memiliki empat tiang utama sebagai simbol kekuatan leluhur, dewa langit, (hasil) bumi, dan kekuatan alam sekitar. Terdapat lima tangga dari kayu untuk mencapai bagian panggung (tempat duduk) dari rumah tersebut.