Pengembang sekarang sudah bertindak sebagai bank, menghimpun dana konsumen semaunya. Sementara konsumen melihatnya sebagai kemudahan pembayaran.
Padahal ada banyak risiko yang harus dihadapi jika konsumen membayar properti inden kepada pengembang.
Presiden Direktur Keller Williams Indonesia, Tony Eddy, mengutarakan pendapatnya terkait fenomena promosi pembayaran tunai dan tunai bertahap tanpa bunga yang dilakukan pengembang kepada Kompas.com, di Jakarta, Kamis (21/1/2016).
Menurut Tony, risiko tersebut antara lain adalah maladesain, malamanajemen keuangan, dan malamanajemen proyek.
Maladesain dimungkinkan ketika proses pembangunan properti berjalan, ada kesalahan desain dan harus direvisi demi keselataman dan keamanan bangunan properti.
"Hal ini berpotensi menghentikan proyek properti yang sedang dibangun. Sementara uang konsumen kadung masuk ke kantong pengembang," cetus Tony.
Sementara malamanajemen keuangan berpotensi terjadi ketika pengembang tidak menerapkan good finance governance.
Bagi pengembang dengan tata kelola modern sekalipun, atau bahkan sudah go public, kekeliruan pengelolaan keuangan masih bisa terjadi.
Uang konsumen bisa digunakan untuk ditanamkan di instrumen investasi lain yang tidak diinformasikan secara terbuka.
Lebih parah lagi, jika instrumen investasi tersebut membawa kerugian, maka uang konsumen bisa raib tanpa jejak.
Sedangkan malamanajemen proyek terjadi karena pengembang tidak bisa membuat jadwal pasti pembangunan proyek, sehingga serah terima kunci berpotensi mundur.
"Kalau sudah demikian, ujung-ujungnya konsumen jadi korban. Karena itu, konsumen jangan mau dibodohi pengembang. Pemerintah harus mengawasi dan mengatur ini," kata Tony.