Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Percepat Infrastruktur, PUPR Harus Bereskan Susunan Pejabat Kementerian

Kompas.com - 05/04/2015, 16:51 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), dan kementerian baru lainnya dalam Kabinet Kerja sekarang, diminta segera menyelesaikan susunan pejabat, dan pimpinan kementerian, agar realisasi pembangunan infrastruktur bisa dipercepat.

Menurut Ketua Umum Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP), Bernardus Djonoputro, jika penyusunan organisasi tidak dibereskan, akan menghalangi persiapan tender (pelelangan) sehingga menjadi berlarut-larut.

"Kementerian PUPR adalah kementerian baru yang seharusnya segera menyelesaikan susunan organisasinya, baru kemudian fungsi yang dijalankan bisa maksimal," tutur Bernardus kepada Kompas.com, Sabtu (4/4/2015).

Bernardus menanggapi progres pelelangan 2015 di lingkungan Kementerian PUPR yang hingga kini baru mencapai posisi 76,92 persen atau Rp 58,98 triliun yang sudah diumumkan dari total pagu rencana lelang senilai Rp 77,3 triliun.

Namun, selain penyusunan organisasi Kementerian PUPR, Bernardus juga menyoroti kedaruratan infrastruktur yang seharusnya menjadi fokus perhatian Kementerian Keuangan. Karena Kementerian Keuanganlah yang memberikan persetujuan lelang untuk proyek infrastruktur skala besar dengan skema kontrak tahun jamak (multiyears).

Sementara selama ini terjadi, menurut Pelaksana Tugas Direktur Bina Konstruksi PUPR Hediyanto W Husaini, proses pelelangan berlangsung tidak efektif, efisien, dan kontraproduktif. 

"Proses pelelangan skema kontrak tahun jamak untuk mendapatkan persetujuan Menteri Keuangan butuh waktu dua bulan hingga tiga bulan. Ini kontraproduktif," tandas Hediyanto, kepada Kompas.com, Kamis (2/4/2015).

Untuk itu, Hediyanto meminta Presiden RI Joko Widodo agar memberikan kewenangan yang lebih luas kepada PUPR. Terutama dalam melaksanakan pelelangan untuk proyek skema kontrak tahun jamak dengan nilai minimal Rp 60 miliar-Rp 200 miliar yang menjadi domain PUPR, tidak perlu harus meminta persetujuan Menteri Keuangan.

"PUPR sangat mengetahui kapasitas, kapabilitas, prioritas, dan risiko proyek-proyek infrastruktur tersebut. Selain itu, kami juga meminta presiden untuk menyetujui proyek infrastruktur berskema kontrak tahun jamak minimal 30 persen. Saat ini yang disetujui baru 10 persen atau senilai Rp 9 triliun. Padahal dengan kontrak tahun jamak, kita bisa menghemat anggaran, waktu, dan tenaga sekitar 20 persen," papar Hediyanto.

Terkait hal tersebut, Bernardus menilai, Kementerian Keuangan harus mengubah aturan mengenai kontrak tahun jamak untuk pengadaan barang dan jasa, baik di pusat maupun daerah, agar proses pelelangan bisa dilakukan dengan cepat dan tidak berlarut-larut.

Dengan Presiden menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur, maka Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dapat bekerjasama dengan Badan Usaha (BUMN, BUMD, swasta, badan hukum asing, atau koperasi) dalam Penyediaan Infrastruktur.

"Segera efektifkan sehingga selain APBN, pihak swasta dan badan usaha dapat segera berpartisipasi melalui penyertaan ekuitas dalam pembangunan infrastruktur prioritas," kata Bernardus.

Selanjutnya, kata dia, percepatan pembangunan infrastruktur harus dilakukan dengan cara pembangunan berbasis pengembangan wilayah prioritas. Hal ini dimaksudkan untuk mempercepat kawasan prioritas, pertambahan nilai (value creation), dan dilaksanakan dengan skenario pemanfaatan ruang yang efektif. Semua dilakukan demgam mengacu pada rencana tata ruang, baik Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), dan Rencana Kawasan Strategis.

Satu persen per hari

Ada pun penyelesaian proses pelelangan di Lingkungan PUPR, ditargetkan selesai pada bulan Mei 2015. "Kami akan kejar target satu hari rerata progresnya 1 persen, sehingga pada Mei nanti bisa beres 100 persen," yakin Hediyanto.

Hediyanto menjelaskan, hasil pelelangan yang sudah diumumkan baru mencapai Rp 58,98  triliun atau 76,92 persen persen dari total pagu rencana lelang Rp 77,3 triliun. Dengan rincian sebagai berikut, pelelangan di lingkungan Ditjen Bina Marga mencapai Rp 36,6 triliun atau 84,40 persen dari total pagu Rp 43,3 triliun, Ditjen SDA senilai Rp 14,1 triliun dari total pagu Rp 18,73 triliun atau 75,56 persen, dan Ditjen Cipta Karya Rp 7,6 triliun dari total Rp 14,4 triliun atau 52,96 persen.

Lambatnya progres pelelangan ini, kata Hediyanto, karena transisi pemerintahan, dan parlemen terkait Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, dan Rencana Kerja Pemerintah 2015 terkait APBN-P, Reorganisasi Kementerian PUPR dan Rencana Kerja dan Anggaran-anggaran Kementrian Lembaga (RKAKL) 2015, pembentukan unit layanan Pengadaan Perpres Nomor 4 tahun 2015, dan penggunaan Sistem Rencana Umum Pengadaan Lembaga Kebijakan Pengembangan Barang/Jasa Pemerintah (SIRUP-LKPP).

"Faktor lainnya adalah dimulainya penggunaan e-purchasing dengan e-catalog, menunggu proses persetujuan kontrak tahun jamak, dan kendali penuh atas e-procurement monitoring system 2015," pungkas Hediyanto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com