Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peraturan Tumpang Tindih, Pengembang Jakarta Bakal Terus Merugi

Kompas.com - 24/09/2014, 08:48 WIB
Arimbi Ramadhiani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kewajiban pengembang untuk membangun fasilitas sosial dan fasilitas umum setelah membangun properti komersial di DKI Jakarta, diatur dalam 2 peraturan. Peraturan tersebut adalah SK Gubernur dan UU Nomor 20 Tahun 2011.

Hal ini membuat para pengembang yang tergabung dalam asosiasi Real Estat Indonesia (REI) mempertanyakan peraturan yang berlaku dan wajib ditaati. Aturan tumpang tindih berpotensi membuat pengembang merugi.

"Jadi ada kewajiban hunian berimbang, sementara ada juga kewajiban yang diberlakukan sejak zaman dulu. Kalau dijumlahkan, berarti 40 persen kali luas, gak ada bisnis yang bisa menyerap itu," ujar Ketua DPD REI DKI 2014, Amran Nukman, saat jumpa pers di Sekretariat REI DKI Jakarta, Rasuna Office Park, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (23/9/2014).

Amran menuturkan, sejak SK Gubernur Nomor 540 Tahun 1990 dikeluarkan, pengembang telah banyak melakukan pembangunan. Karena membangun kawasan komersial di DKI, para pengembang harus mengikuti aturan Pemprov. Pemprov pun selalu menagih kewajiban dari peraturan ini. Kemudian, keluar SK Gubernur Nomor 1934 tahun 2002 yang mengatur mengenai nilai kompensasinya.

Lalu, pada 2011, muncul UU Nomor 20 yang mengatur tentang rusun.

"Nah UU kan kedudukannya lebih tinggi daripada SK Gubernur. Berdasarkan hirarki perundang-undangan, kami harus patuh sama UU kan," kata Amran.

Ia mengeluh, akibat peraturan yang tumpang tindih ini, pengembang menjadi kebingungan dalam melaksanakan kewajibannya di Jakarta. Di daerah lain, pengembang hanya perlu mematuhi UU. Jika pengembang harus mengikuti semua peraturan tersebut, maka pengembang akan merugi.

"Pilihlah yang mana. Jangan dua-duanya. Berat buat kami. Kalau kami tidak ikuti UU, pidana nanti. Tolong yang jelaslah. Kita ini kan orang bisnis ya, asal jelas kami ikuti," pinta Amran.

Dia tidak ingin saat pengembang sudah mengikuti peraturan SK Gubernur Nomor 540 Tahun 1990 atau SK Gubernur Nomor 1934 tahun 2002, mereka masih ditanyakan kembali kewajiban yang tertuang dalam UU. Begitu juga sebaliknya.

"Kalau sudah menjalankan SK (Nomor) 540 sama dengan menjalankan UU. Tapi, kalimat itu belum ada," kata Amran.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com