Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Optimisme Sektor Perumahan dalam Pemulihan Ekonomi Nasional

Kompas.com - 18/02/2021, 11:00 WIB
Erwin Hutapea,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Tidak pernah terpikir dalam benak Hedi, akhirnya bisa memiliki rumah yang diidamkan sebelumnya.

Setelah mengumpulkan uang yang cukup, ia memberanikan diri untuk mengajukan kredit pemilikan rumah (KPR).

Saat itu tahun 2009, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN menjadi bank pilihannya karena menawarkan program KPR dengan bunga terjangkau.

Dengan tenor 14 tahun, Hedi siap membayar cicilan sebesar 12 persen dengan nominal Rp 2,5 juta per bulan untuk rumah yang dibelinya.

Pria yang berprofesi sebagai wiraswasta ini memutuskan untuk membeli rumah melalui angsuran karena jika tidak dipaksakan, entah sampai kapan ia akan punya rumah bila harus membayar secara tunai.

Baca juga: Ultah ke-71, BTN Tawarkan Suku Bunga KPR Berjenjang

Terlebih lagi, setelah memiliki istri dan anak, tentunya biaya hidup semakin meningkat.

“Daripada uangnya habis enggak karuan, mending buat mencicil rumah ke bank. Soalnya kalau enggak dicicil, enggak bakal bisa punya barang. Kalau mau beli cash enggak ada duitnya terus,” ujar Hedi saat berbincang dengan Kompas.com, Sabtu (14/2/2021).

Ia merasa bersyukur bisa menjalani proses akad KPR dengan cukup mudah dan waktu yang relatif singkat.

Tidak sampai satu bulan, proses yang ditempuh mulai dari kali pertama mengajukan aplikasi hingga penandatanganan akad kredit bisa rampung dengan baik.

Rumah yang menjadi pilihannya terletak di Perumahan Griya Srengseng, Kebon Jeruk, Jakarta Barat.

Mengaku beruntung, Hedi masih berkesempatan mendapatkan rumah dengan luas tanah 130 meter persegi dan luas bangunan 45 meter persegi.

Karena meningkatnya kebutuhan ruang, ia kemudian merenovasi rumah secara bertahap hingga luasnya menjadi 150 meter persegi dalam struktur dua lantai.

Bagi Hedi, fasilitas di perumahan non-subsidi itu pun cukup memadai, mulai dari listrik, air, kebersihan, keamanan, hingga sarana dan prasarana umum, seperti tempat ibadah dan pertokoan untuk kebutuhan hidup sehari-hari.

Namun, ada harapan Hedi yang sampai kini belum tersampaikan. Ia ingin agar BTN menurunkan suku bunga KPR.

Tidak hanya untuk nasabah atau debitur baru, tetapi juga bagi debitur lama yang selama ini sudah setia mengangsur KPR dengan teratur.

Hal ini mengingat kondisi pagebluk virus corona belum usai dan sangat memengaruhi perekonomian.

Dengan begitu, masyarakat dari semua tingkat ekonomi, termasuk yang berpenghasilan rendah, memiliki kesempatan besar untuk mempunyai rumah yang nyaman, layak huni, dan terjangkau.

“Saya berharap dengan kondisi ini (pandemi Covid-19) ya suku bunga turunlah, kayak zaman dulu suku bunga 8 sampai 9 persen. Jadi cicilan enggak terlalu besar. Keinginan orang punya rumah pasti tinggi, makanya kalau bisa bunganya diturunkan sedikit,” pintanya.

Demikian pula dengan pengalaman Rahmat Baihaki, tanpa terasa kini ia sudah masuk tahun kesembilan mengangsur KPR sejak 2012 untuk rumah yang dibelinya di Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi.

Rahmat memilih KPR BTN dengan opsi tenor selama 18 tahun. Ia mengungkapkan, cicilan awalnya sebesar Rp 4 juta per bulan, kemudian naik menjadi Rp 4.025.000 per bulan, dan meningkat lagi sekarang menjadi Rp 4.190.000 per bulan.

Suku bunganya pun masih tetap 12 persen, belum pernah turun, meski ia sudah loyal membayar angsuran tersebut.

“Harapan saya itu penurunan suku bunga kredit tidak hanya dirasakan nasabah baru, tapi nasabah lama juga bisa turut menikmati, jadi harus diperhatikan. Misalnya kayak saya ini bunganya 12 persen, ya 12 persen terus enggak pernah turun, malah naik terus,” ucap Rahmat.

Ia berpendapat, dari sisi perbankan seharusnya bunga komersial bisa lebih ditekan lagi sehingga tidak memberatkan cicilan nasabah, termasuk dalam masa pandemi Covid-19 ini.

Sebab, suku bunga BI sudah mulai turun, jadi semestinya suku bunga KPR juga bisa diturunkan tidak hanya untuk nasabah baru, tetapi juga nasabah yang sudah bertahun-tahun.

Sepengetahuan Rahmat, belum pernah ada bunga KPR turun kalau bukan karena nasabahnya yang mengajukan diri.

Dia menilai tidak ada kerelaan dari bank untuk menurunkan bunga kredit karena pertimbangan faktor keuntungan yang akan berkurang atau target dari pemiliknya sebagai pemegang saham, dalam hal ini BTN yang dimiliki oleh pemerintah.

BTN sebagai bank KPR milik pemerintah seharusnya tidak dibebani target profit yang besar karena bisnis intinya adalah pembiayaan perumahan rakyat.

"Kalau tidak dibebani keuntungan yang tinggi, ya berarti tidak perlu mencari keuntungan yang besar dari kredit nasabahnya. Jadi, rakyat dibiayai untuk bisa punya rumah sehingga BTN tidak membebankan bunga yang tinggi untuk nasabahnya,” tutur Rahmat.

Catatan pelaku industri

Pengaruh Covid-19 nyata dirasakan oleh para pengembang di Tanah Air. Ketua Umum DPP Real Estat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida mengatakan, pada Januari 2021, terdapat penurunan angka penjualan properti antara 5 sampai 7 persen.

Menurut dia, hal itu terjadi karena tiga faktor. Pertama, jumlah kasus Covid-19 yang terus meningkat sehingga pandemi menjadi berkepanjangan.

Kedua, rancangan peraturan pemerintah yang tertunda sehingga pelaku industri properti masih menunggu hasil finalnya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau