JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi pada Kuartal III-2020, menjadi minus 2,9 persen hingga minus 1,1 persen.
Ini artinya, kontraksi lebih dalam dari proyeksi sebelumnya, minus 2,1 persen hingga 0 persen.
Sementara secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi hingga akhir Tahun 2020 akan berada pada kisaran minus 1,7 persen hingga minus 0,6 persen dari sebelumnya minus 1,1 persen hingga 0,2 persen.
Baca juga: Sri Mulyani Proyeksi Ekonomi Kuartal III Minus 2,9 Persen, Siap-siap Resesi
Tentu saja, ancaman resesi di tengah kondisi pandemi Covid-19 yang belum mereda tak hanya berpengaruh pada konsumsi rumah tangga, investasi dan kegiatan ekspor-impor, melainkan juga terhadap proyek pembangunan infrastruktur.
Menurut Direktur Center for Sustainable Infrastructure Development (CSID) Fakultas Teknik Universitas Indonesia Mohammed Ali Berawi, akan terjadi perlambatan aktivitas pelaksanaan pembangunan proyek infrastruktur yang sedang berjalan.
Hal ini mesti diantisipasi oleh para-pihak terkait untuk menjaga ketahanan finansial dan arus kas (cash flow), agar biaya, waktu dan mutu pekerjaan konstruksi dapat terus terkontrol dengan baik.
"Oleh karena itu, penyesuain terhadap perencanaan awal proyek diperlukan untuk memitigasi risiko dan dampak perlambatan akibat resesi dan Pandemi Covid-19," ujar Ali menjawab Kompas.com, Selasa (22/9/2020) malam.
Dus, kemampuan untuk beradapatasi dan ketahanan kinerja kontraktor sebagai pelaksana proyek infrastruktur akan berperan signifikan terhadap kelancaran dan kesuksesan pembangunan.
Intervensi pemerintah dalam membantu cashflow proyek bisa dilakukan melalui pembayaran progres pekerjaan ataupun pemberian insentif kredit lunak jika diperlukan.
Baca juga: Basuki Resmikan 10 Proyek Infrastruktur di Provinsi Sumatera Barat
Untuk proyek yang rencananya akan dilaksanakan pada masa resesi maka perlu dilakukan penyesuaian berdasarkan kriteria dari kesiapan proyek, skala prioritas, dan urgensi proyek, serta dampak ekonomi yang dihasilkan.
Proyek yang telah memenuhi kriteria di atas, dapat terus dilakukan. Hal ini mengingat pembangunan infrastruktur di Indonesia bersifat padat karya atau masih melibatkan banyak tenaga kerja dan mampu memutar aktivitas ekonomi industri-industri yang terkait infrastruktur.
Sementara, untuk proyek yang tidak memenuhi kriteria tersebut, eksekusinya dapat ditunda untuk sementara waktu.
"Hal ini mempertimbangkan dampak resesi dapat memengaruhi secara langsung waktu dan pembiayaan proyek," imbuh Ali.
Ali menganggap, ketersediaan infrastruktur merupakan prasyarat dasar, baik untuk pemenuhan kebutuhan hidup layak maupun untuk meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.
Baca juga: Anggaran Ditjen Pembiayaan Infrastruktur Tahun 2021 Rp 273,77 Miliar
Selain itu, perlu didukung juga oleh ketersediaan infrastruktur digital yang perannya demikian penting saat Pandemi Covid-19.
Karena itu, pembangunan infrastruktur harus terus dapat dibangun secara efisien, efektif, dengan optimalisasi manfaat.
Oleh karenanya, proyek infrastruktur yang masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) dapat menjadi salah satu cara untuk terus menggerakkan ekonomi pada saat pandemi dan resesi.
"Negara kita masih membutuhkan pembangunan infrastruktur yang masif. Mulai dari infrastruktur dasar hingga infrastruktur modern penunjang produktivitas," kata Ali.
Sekali lagi, menurut Ali, RI masih perlu membangun infrastruktur untuk mengurangi disparitas dan secara bersamaan untuk memulihkan perekonomian.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.