JAKARTA, KOMPAS.com – Jembatan penyeberangan orang (JPO) di sekitar Bundaran HI, Jakarta Pusat, yang akan diganti dengan pelican crossing menjadi pemberitaan hangat saat ini.
Apakah memang JPO itu akan dirobohkan karena tidak diperlukan lagi? Benarkah keberadaan JPO itu sesuai kebutuhan masyarakat?
Country Director Institute for Trasnportation and Development Policy (ITDP) Indonesia Yoga Adiwinarto mengatakan, tujuan dibangunnya JPO tentu saja sebagai fasilitas untuk penyeberangan orang.
Baca juga: “Pelican Crossing” Bisa Diterapkan asal Keamanan Pedestrian Terjamin
Namun, seiring berjalannya waktu, ternyata JPO bukan menjadi solusi untuk menyeberang jalan. Kita bisa melihat, terutama di Jakarta, orang tetap saja menyeberang jalan di bawah JPO.
Bahkan jalan yang sudah diberi pagar pembatas pun tetap nekat diterobos dan dilompati.
“JPO bukan solusi untuk semua. Ada JPO, tapi orang menyeberang di bawahnya. Sudah dipagar pun orang masih nyeberang,” ucap Yoga kepada Kompas.com, Rabu (25/7/2018).
Pertama, karena desain JPO itu tidak menarik sehingga orang enggan memanfaatkannya.
Kedua, karena tidak user friendly. Maksudnya, kondisi JPO itu tidak ramah buat semua kelompok umur. Terlebih lagi untuk orang lanjut usia yang tenaganya sudah tidak kuat lagi untuk naik dan turun tangga JPO.
Maka dari itu, harus dipikirkan desain dan semua bagian di JPO itu sehingga menarik dan bisa digunakan oleh siapa saja, mulai dari anak-anak sampai orang tua, baik yang kondisi tubuhnya normal maupun kaum difabel.
Yoga menambahkan, pembangunan fasilitas penyeberangan orang harus seimbang dengan pembangunan trotoar.
Selain itu, perlu diperhatikan juga bahwa JPO dibangun di suatu jalan sesuai dengan lebar jalan itu sehingga tepat sasaran.
“Investasi di trotoar harus seimbang dengan penyeberangan jalan, termasuk jalur sebidang. Lebar jalan pengaruh ke pemasangan JPO,” tuturnya.
Namun, JPO tidak diperlukan di jalan yang relatif tidak terlalu lebar karena akan menambah waktu dan tenaga bagi pejalan kaki.