Yoga menambahkan, pembangunan fasilitas penyeberangan orang harus seimbang dengan pembangunan trotoar.
Selain itu, perlu diperhatikan juga bahwa JPO dibangun di suatu jalan sesuai dengan lebar jalan itu sehingga tepat sasaran.
“Investasi di trotoar harus seimbang dengan penyeberangan jalan, termasuk jalur sebidang. Lebar jalan pengaruh ke pemasangan JPO,” tuturnya.
Sebagai contoh di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, JPO diperlukan karena ada jalan tol sehingga orang harus menyeberang di jalur yang bukan sebidang.
Namun, JPO tidak diperlukan di jalan yang relatif tidak terlalu lebar karena akan menambah waktu dan tenaga bagi pejalan kaki.
“Kalau di jalan-jalan kecil tidak perlu JPO. Pemborosan waktu dan tenaga karena harus naik dulu. Padahal, kalau nyeberang sebidang cuma sebentar,” imbuh Yoga.
Terkait dengan kenyataan bahwa JPO disalahgunakan oleh pengendara sepeda motor untuk menyeberang jalan, menurut dia, itu masalah yang dilematis.
Di satu sisi dibuat besi penyangga di ujung bawah JPO untuk menghalangi motor agar tidak bisa lewat, tetapi di sisi lain pengguna kursi roda pun tidak bisa lewat.
Oleh karena itu, harus dilihat dulu penyebab pengendara motor menyeberang di JPO.
Kalau alasannya karena lokasi untuk putar balik jauh, maka harus dibuat akses putar balik yang jaraknya lebih dekat.
“Jadi semua masalah enggak bisa dilihat satu solusi, harus dilihat dulu penyebabnya,” ujar Yoga mengakhiri penjelasannya.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.