Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jakarta Harus Belajar Mengelola Sungai dari Jepang

Kompas.com - 24/07/2018, 23:38 WIB
Dani Prabowo,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.comJelang pelaksanaan Asian Games ke-18 di Jakarta, berbagai persoalan yang semestinya dapat diselesaikan sejak dini justru bermunculan.

Sebut saja, penataan trotoar di kawasan Jalan Sudirman-Thamrin yang tak kunjung selesai, serta rusaknya Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) dan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kalijodo karena minim perawatan.

Belum lagi persoalan bau serta hitamnya Kali Sentiong atau yang lebih dikenal sebagai Kali Item, yang mengalir di samping Wisma Atlet Kemayoran.

Baca juga: Soal Kali Item, Pemerintah Pusat Turun Tangan Atasi Aliran Air

Padahal, Jakarta merupakan ibu kota, sekaligus etalase Negara Indonesia. Seluruh mata bangsa-bangsa Asia memandang Jakarta selama dua pekan penyelenggaraan perhelatan olahraga akbar ini yang dimulai pada 18 Agustus mendatang.

Kompas.com mencoba mengurai permasalahan Metropolitan Jakarta dari berbagai sudut pandang, arsitektur, desain perkotaan, penataan ruang dan wilayah, dan sosial ekonomi, berikut solusinya.

Artikel ini merupakan bagian ketiga dari liputan khusus  Jakarta Menantang Zaman. Bagian pertama Anda bisa membuka tautan ini Persoalan Jakarta Mirip Penyakit Kronis Manusia dan bagian kedua ada di sini Hikayat Betonisasi, dan Paradigma Mengeringkan Jakarta.

Belajar dari Jepang

Sama seperti Indonesia saat ini, Pemerintah Jepang setelah Perang Dunia Kedua hingga 1990-an mengambil alih sepenuhnya sistem pengelolaan sungai.

Mereka melapisi dinding sungai dengan beton untuk mengatasi persoalan banjir yang terjadi. Alih-alih dapat mengatasi masalah, langkah tesebut justru merusak sungai.

Sungai Tsurumi, Jepang.Takano Oh Hashi Sungai Tsurumi, Jepang.
"Setelah 1990, (Pemerintah Jepang) memutuskan untuk membuka partisipasi publik dalam pengelolaan sungai. Mulailah restorasi sungai-sungai di Jepang kembali menjadi alami," kata arsitek dari Studio Akanoma, Yu Sing, saat berbicara dengan Kompas.com, Selasa (24/7/2018).

Butuh waktu sekitar 15 tahun bagi Jepang untuk menyelesaikan proyek restorasi sungai. Setidaknya, ada sekitar 23.000 proyek restorasi yang dikerjakan untuk memulihkan kondisi sungai yang telah rusak.

"Amerika Serikat (AS) lebih banyak. Dalam periode yang sama, di AS ada sekitar 30.000 proyek restorasi sungai," kata Yu Sing.

Menurut Yu Sing, baik Jepang maupun AS menyadari bahwa cara terbaik menangani persoalan banjir yaitu bukan melawannya, tetapi justru bersahabat dengan mereka.

Di Jepang misalnya, sistem pengendalian banjir tidak hanya fokus pada pembenahan sungai. Tetapi juga memaksimalkan area yang ada untuk menambah area biru kolam retensi.

Sungai Tsurumi, Jepang.Pixabay Sungai Tsurumi, Jepang.
Contohnya ketika Pemerintah setempat membangun Stadion Yokohama yang dilengkapi dengan sistem multipurpose retarding basin bagi Sungai Tsurumi.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau