Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gerai Makan dan Hiburan Membuat Pusat Belanja Tetap Bertahan

Kompas.com - 19/03/2018, 20:25 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Diakui atau tidak, faktanya masyarakat kita banyak yang memilih untuk berbelanja secara online atau daring karena menawarkan kemudahan dan kepraktisan.

Karena perubahan perilaku berbelanja inilah, banyak peritel memutuskan untuk menutup gerai-gerainya di beberapa pusat belanja.

Baca juga : Matahari Hengkang, Tingkat Hunian Mal Taman Anggrek 85 Persen

Akibatnya, tingkat hunian menurun. Bahkan, ada pusat belanja yang betul-betul sepi laiknya kuburan setelah peritel utamanya hengkang.

Head of Research JLL Indonesia James Taylor mengatakan faktor e-commerce memaksa pemilik dan pengelola pusat belanja lebih inovatif menawarkan perpaduan antara gerai-gerai makanan-minuman dan hiburan.

"Hal ini karena fenomena aktual bahwa pusat belanja yang menawarkan pilihan tempat makan dan hiburan yang layak, masih tetap dikunjungi banyak orang," ujar James dalam risetnya yang dikirim kepada Kompas.com, Senin (19/3/2018).

Baca juga : Tak Cuma Wifi, Pusat Belanja Terkini Mesti Instagrammable

Selain itu, menurut dia, kemacetan lalu lintas di Jakarta dan kurangnya waktu membuat pusat belanja dengan dominasi tempat makan dan hiburan menjadi pilihan yang menarik.

Karena itu, mafhum bila banyak mal-mal di Jakarta melakukan konversi konsep dari sebelumnya konvensional menjadi mal gaya hidup (lifestyle mall). 

Pasokan terbatas

Pasokan terbatas hanya 60.000 meter persegi (AEON Mall Jakarta Garden City) pada 2017 akan terus menjadi tren yang berlanjut hingga akhir tahun 2018.

Pasokan baru hanya akan datang dari perluasan Pondok Indah Mall (PIM) 3 yang dijadwalkan beroperasi 2019.

Baca juga : Tahun Ini, Pondok Indah Group Lansir PIM 3 dan Perkantoran Sewa

Menurut James, konsep PIM 3 sangat tepat ditujukan untuk kalangan menengah atas, dan orang-orang kaya penghuni perumahan Pondok Indah, Jakarta Selatan.

PIM dirancang guna memenuhi kebutuhan penghuni perumahan elite tersebut, di mana gerai makanan yang berkualitas dan hiburan mendominasi ruang-ruang ritelnya.

"Pengembang lain bisa mencari pijakan yang tepat dan terus menggali peluang-peluang yang tidak terpengaruh pembatasan pasokan seperti halnya Jakarta," saran James.

Secara umum, dampak terbatasnya pasokan, adalah datarnya tarif sewa. Sepanjang 2017 pertumbuhan tarif sewa hanya menyentuh posisi 3,3 persen. Sementara okupansi kurang dari 95 persen.

"Sementara untuk tahun ini kami perkirakan rata-rata tarif sewa sekitar 5 persen hingga lima tahun ke depan," tuntas James.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau