Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rahasia Kulonprogo Menyetop Urbanisasi

Kompas.com - 15/06/2016, 16:30 WIB
Reni Susanti

Penulis

BANDUNG, KOMPAS.com – Kabupaten Kulonprogo, Jawa Tengah, dinilai sebagai salah satu daerah yang berhasil menerapkan urban-rural linkage atau sinergi kota-desa.

Kabupaten ini memiliki banyak program yang memberikan daya tarik pada warganya sehingga berpikir ulang untuk urbanisasi.

“Kalau hari ini disuruh bikin hp (handphone) bisa ga? Bikin komputer bisa ga? Kalau kita ga bisa bikin, bikin yang bisa saja. Itu yang kami lakukan. Kami membuat air putih,” ujar Bupati Kulonprogo, Hasto Wardoyo dalam Media Briefing PrepCom3 di Bandung, Rabu (15/6/2016).

Hasto mengaku miris, karena banyak orang Indonesia yang air putih pun meminum produk asing. Padahal airnya berasal dari Indonesia itu sendiri.

Hal tersebut pulalah yang membuatnya semangat untuk membuat air kemasan dengan label Airku, kepanjangan dari Air Kulonprogo, hasil kerjasama dengan masyarakat di pedesaan.

“Air Kulonprogo adalah air kemandirian, dan kita harus bangun kemandirian sendiri,” ucapnya.

Hasto melakukan hal yang sama dengan beras. Agar masyarakat kota tidak mengambil beras dari Vietnam, pihaknya mendidik Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) agar menjual beras bukan gabah. Sedangkan Pemkab Kulonprogo menciptakan pasar.

“Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kulonprogo ada 8.000 orang, disuruh beli beras dari Kulonprogo. Kalau satu PNS membeli 10 kilogram per bulan, jumlahnya sudah berapa?” tuturnya.

Untuk raskin, pihaknya bekerjasama dengan Bulog memasukkan beras Kulonprogo sebanyak 7.700 ton, sehingga dana dari Bulog larinya ke petani Kulonprogo.

“Lumayan masuk ke petani. Kalau bisa dijembatani melalui sistem, maka masyarakat Kulonprogo tidak ada yang miskin,” tuturnya.

Selain air dan beras, hal serupa dilakukan pada gula merah organik, batik, dan beberapa produk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) lainnya.

Pemasaran dari produk-produk ini bisa dijual ke kota-kota seluruh Indonesia ataupun luar negeri melalui e-commerce. Seperti hewan kurban yang dijual ke Malaysia dan Singapura.

Karena di Singapura, tidak boleh menyembelih hewan, Kulonprogo melihat ini sebagai kesempatan. Sejak musim kurban tahun lalu, melalui e-commerce ia memasarkan hewan kurban ke Singapura dan Malaysia.

Hasto menjelaskan, urban-rural linkages penting dengan mengedepankan pembangunan berbasis dan berbalut ideologi.

Banyak yang bisa dimanfaatkan dari desa, barang-barang perdagangan, kultur, nilai seni dan budaya serta sumber makanan dan air bisa dimanfaatkan dengan baik.

“Pemkab Kulonprogo menetapkan kebijakan, jarak pasar modern 1.500 meter dari pasar tradisional, toko modern (waralaba) 1.000 meter dari pasar tradisional. Beberapa waralaba diganti dengan Toko Milik Rakyat (Tomira) dengan produk-produk rakyat,” tuturnya.

Ia melihat, seharusnya kota yang memiliki dana berlebih menjadi sister city bagi kabupaten yang ada di sekitarnya.

Misalnya, DKI Jakarta yang memiliki selisih penggunaan anggaran (silpa) besar. Jika silpa itu dibelanjakan untuk beras di Kulonprogo, maka tidak akan ada lagi masyarakat Kulonprogo yang miskin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com