"Kebutuhan wisata didorong oleh pertumbuhan ekonomi dan populasi. Jadi, ini adalah waktu yang menarik bagi kami pindah ke India. Fokusnya diperbarui pada infrastruktur wisata," jelas CEO dan Presiden Starwood Hotels & Resorts, Frits van Paasschen.
Pemindahan kantor pusat ini juga seiring pendekatan Starwood yang unik untuk mengembangkan budaya global dan membina hubungan dengan pasar pertumbuhan utama dunia yakni India, Tiongkok, dan Dubai.
India juga merupakan sarang inovasi teknologi dan layanan global. Ditambah dengan kenaikan kewirausahaan dan investasi, jutaan orang akan bergabung menjadi kelas menengah setiap tahun. Ini berarti akan lahir jutaan wisatawan baru. Pada saat yang sama, India dianggap sangat unik dan sangat beragam."Waktu yang panjang memungkinkan kami untuk membenamkan diri dan menghargai pendekatan baru dalam mengembangkan bisnis perhotelan," kata Paasschen seraya menambahkan, India, telah bertransformasi menjadi salah satu pasar dengan pertumbuhan tercepat.
Presiden Global Development, Simon Turner menimpali, secara keseluruhan permintaan hotel di India tumbuh dan berkembang seiring perekonomian domestik dan peningkatan kunjungan internasional. Proyeksi kunjungan internasional mencapai 50 juta turis pada 2020.
"Negara ini akan menjadi panggung utama bisnis perhotelan dunia," imbuh Turner.
Selain itu, mereka juga membidik kawasan Asia lainnya seperti Nepal, Bhutan, Sri Lanka, Bangladesh dan Maladewa. Di tempat-tempat tersebut, Starwood melihat banyak peluang pertumbuhan baru bisnis perhotelan.
Debut Starwood di India dimulai saat mereka membuka Sheraton di Mumbai pada 1973. Kini mereka mengoperasikan 40 hotel eksisting dan 36 hotel lainnya dalam tahap konstruksi. Di Asia Selatan, Starwood menargetkan dapat mengelola 100 hotel hingga 2016 mendatang.