Jalur kereta internasional ini membuat biaya pengiriman lebih rendah, dan waktu yang lebih pendek. Selain itu, jalur kereta juga telah membantu meningkatkan konektivitas regional dan perdagangan.
Menurut profesor lalu lintas dan transportasi Beijing Jiaotong University, Zhu Xiaoning, tanpa solusi rel cepat ke Eropa dan pelabuhan laut representatif, perusahaan-perusahaan Tiongkok mungkin menghadapi persaingan berat dari negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia, dan Vietnam.
"Kedua negara tersebut memiliki biaya tenaga kerja lebih rendah dan menikmati waktu transit yang lebih pendek melalui laut untuk mencapai Eropa. Posisi mereka lebih menguntungkan," kata Xiaoning.
Oleh karena itu, tambah Xiaoning, perusahaan-perusahaan Tiongkok harus segera mengambil inisiatif membangun jalur perdagangan berupa rel lintas benua antara Asia Tenggara dan Eropa. Pasalnya, kereta api sudah terhubung ke hub pedalaman yang berbatasan dengan provinsi Yunnan dan wilayah otonomi Guangxi Zhuang.
"Transportasi laut telah lama menjadi metode utama untuk mendukung perekonomian yang didominasi ekspor, namun bangsa Tiongkok tidak lagi mengandalkan bisnis seperti dulu," imbuh Xiaoning.
Layanan kereta cepat
Demi layanan memuaskan dan meraup lebih banyak lagi investasi lintas negara, kota Guangzhou, Lianyungang dan Suzhou mulai merencanakan rute kereta api baru yang sepenuhnya terbuka menuju Eropa.
Ketiga kota ini menyusul inisiatif kota-kota besar Tiongkok lainnya, termasuk Chengdu, Chongqing, Xi'an, Zhengzhou dan Wuhan yang telah meluncurkan layanan blok kereta modern secara berkala baik mingguan atau bulanan tujuan Eropa sejak 2010.
Pembangunan jalur kereta tersebut merupakan bagian dari upaya Tiongkok dalam mengubah kota yang sarat sumber daya alam dan tenaga kerja menjadi hub perdagangan internasional.