Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 28/09/2013, 07:01 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

BOGOR, KOMPAS.com — "Kota Sejuta Angkot" adalah stigma yang melekat erat pada Bogor. Belum lagi predikat ini hilang, kota hujan yang sudah tidak dingin ini bertambah julukannya sebagai "Kota Sejuta PKL" dan stigma negatif lain.
Wajah Bogor memang telah banyak berubah. Bukan lebih baik, melainkan sangat buruk. Kualitas perkotaan menurun drastis. Hal ini terlihat dari indikator tiga masalah mendasar yang membebani kota, yakni kemacetan terkait masalah transportasi, PKL yang berkorelasi dengan perekonomian, dan maraknya alih fungsi peruntukan yang terkait dengan tata ruang.

Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna, memaparkan hal tersebut kepada Kompas.com, Jumat (27/9/2013).

"Tiga masalah tersebut bersifat krusial, yang sifatnya harus diselesaikan segera, sebelum Bogor mengalami stagnasi dan ditinggalkan warganya. Tiga masalah ini telah mencerabut Bogor dari identitasnya semula sebagai kota dalam taman dan kualitas hidup baik sehingga dianggap kota layak huni," jelas Yayat. 

Betapa tidak krusial. Bayangkan saja, kemacetan akan selalu menjadi santapan sehari-hari mengingat Bogor saat ini masih disesaki oleh 3.412 angkot. Meski menurut Organisasi Angkutan Darat (Organda) mengalami penyusutan dari tahun-tahun sebelumnya, yakni 3.506 angkot, jumlahnya tetap melebihi kapasitas daya dukung infrastruktur jalan.

Seperti diketahui, Bogor dilintasi oleh tiga sarana jalan dengan status dan kualitas jalan negara, jalan provinsi, dan jalan kota. Jalan negara dengan kondisi baik hanya sepanjang 17.633 kilometer dari total 30.199 kilometer. Sementara jalan provinsi yang bisa dilewati dengan mulus hanya 10.596 kilometer dari total 26.759 kilometer. Jalan kota dengan kondisi baik sepanjang 129.573 kilometer dari total 564.193 kilometer. Selebihnya justru dalam kondisi sedang dan buruk.

Menurut perhitungan Yayat, kapasitas jalan yang bisa dilalui oleh angkot hanya separuhnya. Jadi, rasio ideal adalah Bogor hanya bisa menampung sekitar 500 angkot untuk kepentingan mobilitas warganya. Namun, jauh lebih baik bila Bogor menyediakan sistem transportasi ramah lingkungan, memaksimalkan fungsi terminal yang ada, serta penyediaan ruang untuk pejalan kaki dan pengayuh sepeda.

Masalah lain yang sangat membebani kota yang pernah meraih Adipura Kencana adalah kehadiran PKL. Mereka memadati setiap sudut kota, terutama di pusat-pusat bisnis dan aktivitas, seperti Jl Kapten Muslihat, Jl Juanda, Jl Suryakencana, Jl Pajajaran, Jl Sukasari, dan Jl Merdeka. Para PKL ini membuka lapaknya mulai pagi hingga pagi kembali.

"PKL hadir karena pasar-pasar tradisional tidak berfungsi dengan baik. Mereka akhirnya kemudian memanfaatkan lahan-lahan di luar pasar menjadi tempat berusaha. Padahal, dari sejumlah PKL itu, banyak yang sudah memiliki kios di pasar-pasar tersebut. Hanya, karena pasar tidak lagi nyaman dan berfungsi dengan baik, tumpahnya PKL ke pinggir jalan tak terelakkan," imbuh Yayat.

Masalah alih fungsi tata ruang, lanjut Yayat, lebih parah lagi. Telah terjadi praktik obral perizinan demi masuknya investasi atau arus modal besar-besaran. Padahal, izin-izin yang diberikan kerap melanggar tata ruang kota sehingga konversi dari peruntukan permukiman menjadi komersial semakin intensif.

Yayat menjelaskan, alih fungsi peruntukan sangat parah dan dibiarkan tanpa pengendalian dan pengawasan. Kawasan-kawasan permukiman, seperti Pajajaran, Sempur, Tajur, Warung Jambu, dan Empang, telah berubah menjadi pusat-pusat bisnis, seperti mal, ruko, factory outlet, dan perhotelan.

Melihat kondisi demikian, tak mengherankan bila Bogor mengalami krisis identitas multidimensi. Tidak jelas akan menjadi kota bisnis dan perdagangan, kota wisata, atau masih setia dengan predikat "Kota Sejuta Angkot".

"Semua hal diperdagangkan. Mulai dari perizinan, peruntukan, hingga tata ruang keseluruhan. Bogor harus melakukan pembaruan, berubah ke arah lebih baik. Bogor gagap menghadapi kemajuan zaman. Semua hal diterima tanpa melalui proses seleksi apakah sesuai dengan karakter atau justru melenceng. Asal menguntungkan secara ekonomis diizinkan, kendati itu harus melabrak tata ruang. Pendek kata, Bogor tambah amburadul," tandas Yayat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sejak Prabowo Dilantik, KPR Subsidi Disalurkan bagi 111.193 Rumah

Sejak Prabowo Dilantik, KPR Subsidi Disalurkan bagi 111.193 Rumah

Berita
[POPULER PROPERTI] Penjelasan Nusron soal Kontroversi Pembatalan Sertifikat Milik Aguan di Laut Tangerang

[POPULER PROPERTI] Penjelasan Nusron soal Kontroversi Pembatalan Sertifikat Milik Aguan di Laut Tangerang

Berita
Daftar Rumah Subsidi Terjangkau di Kabupaten Trenggalek

Daftar Rumah Subsidi Terjangkau di Kabupaten Trenggalek

Perumahan
Dapat Perintah Prabowo, Kementerian PU Usahakan Diskon Tarif Tol Lebaran

Dapat Perintah Prabowo, Kementerian PU Usahakan Diskon Tarif Tol Lebaran

Berita
112 Rumah Rp 400 Jutaan di Kawarang Terjual dalam Sehari

112 Rumah Rp 400 Jutaan di Kawarang Terjual dalam Sehari

Perumahan
Jombang: Solusi Rumah Subsidi dengan Harga Terjangkau

Jombang: Solusi Rumah Subsidi dengan Harga Terjangkau

Perumahan
Panjang Jalan Nasional 2025 Tak Bertambah akibat Efisiensi Anggaran

Panjang Jalan Nasional 2025 Tak Bertambah akibat Efisiensi Anggaran

Berita
Anda Mencari Rumah Subsidi? Tengoklah Sampang, Harga Rp 151 Juta

Anda Mencari Rumah Subsidi? Tengoklah Sampang, Harga Rp 151 Juta

Perumahan
MLFF Tak Kunjung Terlaksana, Kementerian PU Fokus Bereskan Tata Kelola

MLFF Tak Kunjung Terlaksana, Kementerian PU Fokus Bereskan Tata Kelola

Berita
Ditantang Pengembang Segera Lakukan Audit, Ara Andalkan BPK

Ditantang Pengembang Segera Lakukan Audit, Ara Andalkan BPK

Berita
Gelar Gathering, Springhill Palembang Residences Perkenalkan Hunian Bergaya Jepang

Gelar Gathering, Springhill Palembang Residences Perkenalkan Hunian Bergaya Jepang

Hunian
Gelar Customer Gathering, Botanica Springhill Residences Perkenalkan Rumah Contoh

Gelar Customer Gathering, Botanica Springhill Residences Perkenalkan Rumah Contoh

Hunian
Lampaui Target, 'Marketing Sales' Jababeka Capai Rp 3,19 triliun

Lampaui Target, "Marketing Sales" Jababeka Capai Rp 3,19 triliun

Berita
Disiapkan buat Jalur Mudik Lebaran, Ini Progres Tol Palembang-Betung

Disiapkan buat Jalur Mudik Lebaran, Ini Progres Tol Palembang-Betung

Berita
Penjelasan Nusron soal Kontroversi Pembatalan Sertifikat Milik Aguan di Laut Tangerang

Penjelasan Nusron soal Kontroversi Pembatalan Sertifikat Milik Aguan di Laut Tangerang

Berita
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau