Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lika Liku Perjuangan Milenial Membeli Rumah

Kompas.com - 18/02/2021, 12:29 WIB
Suhaiela Bahfein,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah akan memberikan insentif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) kendaraan bermotor selama sembilan bulan mulai Maret 2021.

Insentif ini berupa pembebasan, diskon PPnBM, serta DP 0 atas kendaraan bermotor yang bertujuan menstimulasi konsumsi kelompok masyarakat menengah-atas.

Keluarnya kebijakan ini membuat para pengembang mendesak Pemerintah agar memberikan insentif serupa pada sektor properti.

Hal ini sebagaimana diutarakan Ketua Umum DPP Real Estat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida kepada Kompas.com, Selasa (17/2/2021).

Baca juga: Mobil Baru Bebas Pajak, Pengembang Menjerit Desak Pemerintah Berikan Insentif Properti

"Saya tidak menyalahkan pemberian insentif keringanan pajak ke mobil, tetapi ya perhatikan juga (ke) sektor properti. Kasih juga allowance, relaksasi," tegas Totok.

Totok menegaskan, sama sekali tidak keberatan dengan adanya kebijakan insentif pajak kendaraan tersebut.

Ilustrasi rumahDok. Kementerian PUPR Ilustrasi rumah
Dia meyakini, insentif ini dapat menjadi stimulus kembali pulihnya industri kendaraan di tanah air.

Namun demikian, properti juga membutuhkan perhatian lebih karena sektor ini merupakan kebutuhan primer dan mendasar bagi masyarakat.

"Nah ini kenapa tidak diperhatikan. Saya bukan cemburu, tapi orang pasti lebih memilih kebutuhan primer dulu daripada kebutuhan lainnya," lanjut dia.

Selain sebagai kebutuhan primer, properti terutama rumah juga merupakan salah satu lokomotif perekonomian.

Baca juga: Harga Rumah Naik Tipis

Melihat kondisi ini, Totok dengan tegas mendesak Pemerintah memberikan sejumlah keringanan pajak di sektor properti selama pandemi Covid-19 berlangsung.

Keringanan pajak tersebut berupa Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 5 persen dari sebelumnya 10 persen, serta Biaya Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB) menjadi 2,5 persen dari harga rumah, sebelumnya 5 persen.

"Sekarang, sektor properti itu lagi kesulitan. Termasuk pusat perbelanjaan yang sepi karena operasional dibatasi tetapi mereka mesti bayar pajak sewa sebesar 10 persen," ucap Totok.

Kendati sektor properti dianggap sebagai kebutuhan dasar, namun justru banyak dari masyarakat terutama milenial yang mengalami kesulitan dalam mengaksesnya. 

Contohnya, Sri Noviyanti. Perempuan berusia 31 tahun itu membeli rumah pada tahun 2017 seharga Rp 470 juta yang menurutnya sesuai kemampuan keuangannya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau