Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masih Bergunakah Ruang Tunggu? Ini Jawabannya

Kompas.com - 30/12/2020, 15:00 WIB
Ardiansyah Fadli,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Hampir setiap gedung pasti memiliki ruang tunggu. Mulai dari gedung sekolah, perkantoran, rumah sakit, stasiun, hingga terminal dilengkapi dengan ruang tunggu.

Padahal tidak semua orang menyukai ruang tunggu. Terlebih menunggu merupakan aktivitas atau kegiatan yang sangat membosankan.

Sebuah survei yang dilakukan oleh Software Advice yang merupakan sebuah kelompok konsultasi yang berbasis di Austin, Texas, Amerika Serikat, menyimpulkan bahwa hampir semua orang tidak menyukai ruang tunggu.

Survei tersebut melaporkan, sebanyak 97 persen orang mengalami frustrasi karena waktu tunggu. Sehingga ruang tunggu menjadi salah satu tempat paling suram di dunia.

Selain itu, sebanyak 80 persen responden mengatakan bahwa waktu tunggu yang terlalu lama dapat membuat rasa frustarsi semakin besar, sementara waktu tunggu singkat dapat meminimalisasi rasa frustrasi mereka.

Baca juga: Desain Interior Pengaruhi Perilaku Seseorang

Lalu, sebanyak 40 persen responden lainnya mengatakan mereka bersedia menemui dokter lain di rumah sakit jika waktu tunggunya lebih singkat.

Kemudian 20 persen responden berani membayar biaya lebih untuk mendapatkan layanan yang lebih cepat.

Arsitek Langdon Wilson International Ziad Khan mengatakan, meski ruang tunggu memiliki dampak yang tidak baik bagi banyak orang, faktanya masih banyak gedung-gedung di dunia yang tetap memberikan fasilitas ruang tunggu.

"Namun ruang gawat darurat, pusat perawatan darurat, kantor dokter, DMV, kantor pemerintah, universitas, terus mengeluarkan uang untuk membangun ruang yang ditakuti ini," kata Ziad seperti dikutip dari Archdaily, Rabu (30/12/2020).

Teknologi solusi ganti ruang tunggu

Ziad mengatakan perkembangan teknologi saat ini semakin canggih. Aktivitas apa pun bahkan dapat secara mudah dilakukan dengan mengombinasikan peran serta teknologi ke dalamnya.

Terlebih, pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini menjadi pelajaran berharga untuk melakukan reformasi terutama dalam menyediakan konsep ruang tunggu.

"Saat ini konsep ruang tunggu itu sebenarnya sudah bisa divirtualkan, misalnya menggunakan platform manajemen tunggu seluler atau manajemen antrian yang dapat dibuat menggunakan aplikasi," tutur Ziad.

Dengan aplikasi ruang tunggu selular itu, memungkinkan orang bergabung dengan saluran virtual dari ponsel mereka, mendapatkan jadwal tunggu, dapat juga berkeliaran dengan bebas saat mereka menunggu.

Selain itu, mereka bisa menerima pemberitahuan saat giliran mereka mendekat, dengan menunggu pembaruan ramalan secara real time, dan bahkan kemampuan untuk memilih waktu yang mereka inginkan untuk dilayani.

Ziad mencontohkan, membangun sebuah gedung rumah sakit tentu memakan biaya yang sangat besar.

Karenanya lebih baik alokasi pembangunan ruang tunggu di rumah sakit dapat dialihkan untuk pembangunan ruang dalam, atau ruang istirahat atau kantin.

"Dengan membangun kantin, atau ruang istirahat maka akan menjadi solusi yang saling menguntungkan terutama bagi pasien," imbuh Ziad.

Sementara, lobi di rumah sakit yang biasa digunakan sebagai ruang tunggu dapat dijadikan sebagai ruang tunggu virtual. Di dalamnya hanya tersedia restoran fisik, apotek, dan kantin.

"Kita sekarang hidup di dunia penyebaran dan kenyamanan yang digerakkan oleh aplikasi. Karenanya ada kesempatan untuk meminimalkan ruang tunggu fisik dan beralih ke sistem tunggu secara virtual, sehingga kedepan tidak perlu lagi ada ruang tunggu," tuntas Ziad.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com