MEDAN, KOMPAS.com - Titik nol Kota Medan bak awal sejarah peradaban ibu kota Provinsi Sumatera Utara.
Semua bisa dikulik dari bangunan-bangunan sejarah yang masih berdiri kokoh menantang perubahan zaman seperti Kantor Pos, Hotel De Boer, Balai Kota dan De Javasche Bank.
Kali ini, Kompas.com ambil satu gedung yang menjadi ikon Kota Medan yaitu Balai Kota.
Letaknya tepat di seberang pintu masuk De Esplanade atau Lapangan Merdeka Medan dan sekarang berubah nama menjadi Merdeka Walk.
Baca juga: Creative Hub, Penataan Lanjutan Kota Lama Semarang
Balai kota dibangun pada masa Hindia Belanda pada 1906 oleh Hulswit dan Fermont, lalu direnovasi pada 1923 oleh arsitek ternama Eduard Cuypers.
Langgam arsitekturalnya khas Eropa dengan pilar tinggi ala Yunani, jendela bergaya Romawi, dan warna putih didominasi.
Di bagian atap berkubah ada menara jam lonceng buatan Van Bergen Firm yang dipasang pada 1913 yang merupakan sumbangan Tjong A Fie, saudagar China yang sukses membangun perkebunan di Tanah Deli.
Dulu, setiap satu jam sekali, lonceng jam berdentang. Menjadi penanda waktu untuk kawasan alun-alun tempo dulu.
Gedung ini awalnya merupakan pusat pemerintahan Kolonial Hindia-Belanda dan diperuntukkan sebagai tempat operasional De Javasche Bank.
Kemudian dibeli Dewan Kota yang dibentuk pada 1909, dengan mayoritas anggotanya orang Eropa untuk menjadi kantor mereka.
Sejak saat itu, kawasan De Esplanade menjadi pusat kegiatan komersial dan tempat tinggal orang-orang "bule" yang bekerja di pemerintahan dan perkebunan.
Pada 1917, Dewan Kota membuka kesempatan untuk pribumi, China, dan India menjadi anggotanya.
Baron Mackay di 1918 terpilih menjadi wali kota pertama Kota Medan, dialah yang menggunakan balai kota untuk pertama kalinya bersama wakilnya Raja Gunung, Muhammad Syaaf dan Tan Boen An.
Era kemerdekaan, setelah dibeli oleh pemerintah Kota Medan, Wali Kota Luat Siregar dan Agus Salim Rangkuty berkantor di sini. Sampai kantor wali kota yang baru selesai dibangun, sekitar 1990-an.
Pasca-pemerintahan Belanda angkat kaki, gedung yang menjadi saksi bisu lima zaman ini sempat dibiarkan tak terawat.
Saat ulang tahun Kota Medan yang ke-400, pemerintah memberikan hak kepada investor untuk mengelolanya.
Sejak 2005 menjadi D'Heritage Balai Kota di bawah manajemen Grand Aston City Hall Medan Hotel and Serviced Residences.
Hotel ini mencakup dua lantai. Lantai dasar punya terowongan yang tembus sampai ke Belawan. Ruangan di lantai dasar ini digunakan sebagai meeting room, sementara di lantai atas menjadi restoran.
Bangunan tua ini kini dirawat dan dijaga, menjadi cagar budaya. Tidak boleh direnovasi, terkecuali untuk perawatan dan pengecatan.
"Cityhall diambil dari balai kota ini, lebih heritage. Ini ruangan dulu punya Pemerintahan Kota Medan yang dijadikan kantor wali kota. Usianya udah 120 tahun," kata Director of Sales and Marketing Grand Cityhall Lisa Ngadio kepada Kompas.com, Senin (21/12/2020).