Sejak saat itu, kawasan De Esplanade menjadi pusat kegiatan komersial dan tempat tinggal orang-orang "bule" yang bekerja di pemerintahan dan perkebunan.
Pada 1917, Dewan Kota membuka kesempatan untuk pribumi, China, dan India menjadi anggotanya.
Baron Mackay di 1918 terpilih menjadi wali kota pertama Kota Medan, dialah yang menggunakan balai kota untuk pertama kalinya bersama wakilnya Raja Gunung, Muhammad Syaaf dan Tan Boen An.
Era kemerdekaan, setelah dibeli oleh pemerintah Kota Medan, Wali Kota Luat Siregar dan Agus Salim Rangkuty berkantor di sini. Sampai kantor wali kota yang baru selesai dibangun, sekitar 1990-an.
Pasca-pemerintahan Belanda angkat kaki, gedung yang menjadi saksi bisu lima zaman ini sempat dibiarkan tak terawat.
Saat ulang tahun Kota Medan yang ke-400, pemerintah memberikan hak kepada investor untuk mengelolanya.
Sejak 2005 menjadi D'Heritage Balai Kota di bawah manajemen Grand Aston City Hall Medan Hotel and Serviced Residences.
Hotel ini mencakup dua lantai. Lantai dasar punya terowongan yang tembus sampai ke Belawan. Ruangan di lantai dasar ini digunakan sebagai meeting room, sementara di lantai atas menjadi restoran.
Bangunan tua ini kini dirawat dan dijaga, menjadi cagar budaya. Tidak boleh direnovasi, terkecuali untuk perawatan dan pengecatan.
Gedung Balai Kota tersambung langsung dengan lobi Grand City Hall. Hotel bintang lima ini juga terintegrasi dengan kondotel, letaknya di tepi Sungai Deli dan bersebelahan dengan gedung kantor wali kota Medan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.