JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum DPP Real Estat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida mengatakan ketersediaan rumah subsidi melalui kebijakan hunian berimbang belum dilaksanakan.
Ketentuan ini mewajibkan setiap pengembang untuk membangun rumah tapak atau rumah susun murah terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Konsep hunian berimbang adalah pengembangan rumah tapak dengan perbandingan 1:2:3.
Artinya, dalam membangun satu rumah mewah, pengembang wajib mengimbanginya dengan dua rumah menengah dan tiga rumah sederhana dalam satu hamparan atau tidak dalam satu hamparan tetapi pada satu wilayah kabupaten atau kota.
Namun konsep ini dianggap sulit dilaksanakan oleh pengembang.
Baca juga: Persyaratan Hunian Berimbang bagi Pengembang: Jadi Beban atau Kesempatan?
Totok pun menyarankan apabila pengembang tidak bisa menyediakan hunian berimbang dalam satu hamparan, maka developer besar di ibu kota bisa berkolaborasi dengan para pelaku usaha di daerah.
"Ini sangat kami harapkan untuk mengangkat teman-teman developer di daerah khususnya yang di rumah MBR," kata Totok dalam seminar daring, Kamis (23/7/2020).
Totok juga berharap penyediaan perumahan murah bagi MBR diselenggarakan oleh Pemerintah bekerja sama dengan pengembang.
Adapun caranya adalah dengan pengendalian harga tanah atau menggunakan tanah pemerintah untuk membangun hunian bagi MBR.
Mengenai hal ini, Direktur Rumah Umum dan Komersial Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR Yusuf Hariagung menuturkan keberadaan hunian berimbang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman serta UU Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun.
Baca juga: Pengembang Usulkan Hunian Berimbang dalam Satu Provinsi
"Dalam UU 1/2011 terkait dengan perumahan dan kawasan permukiman disebutkan bahwa pelaku pembangunan yang membangun dalam satu hamparan atau satu kawasan wajib mmebangun dengan konsep hunian berimbang," kata Yusuf.
Namun apabila pengembang tidak bisa menyediakan hunian berimbang dalam satu kawasan, maka pelaku usaha dapat menyediakan permukiman lain pada kabupaten atau kota yang sama.
Dia mengatakan, jika pengembang tidak bisa menyediakan permukiman berimbang dalam satu hamparan, maka mereka juga bisa menyediakan hunian berimbang dalam perbatasan.
Misalnya perbatasan antara Jawa Barat dengan Banten atau lainnya. Untuk itu, Yusuf mengatkan keputusan tersebut menunggu hasil dari pembahasan UU Cipta Kerja.
"Stakeholder melalui UU Cipta Kerja mengatur itu dibuka ruang bisa di kabupaten atau kota berbeda tidak perlu berbatasan. Itu kami menunggu hasil UU Cipta Kerja," tuntas Yusuf.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.