Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Omzet "Department Store" dan "Specialty Store" Anjlok 90 Persen

Kompas.com - 20/05/2020, 08:00 WIB
Suhaiela Bahfein,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pandemi Covid-19 membuat seluruh sub-sektor properti mengalami hantaman cukup keras, termasuk ritel. Akibatnya, pengusaha ritel menderita kerugian besar.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey mengungkapkan, department store maupun specialty store merupakan jenis ritel paling terdampak keras akibat pandemi ini.

Tak tanggung-tanggung, omzet kedua jenis ritel tersebut anjlok sebesar 90 persen.

"Jadi department store maupun specialty store mengalami kerugian sebesar 90 persen dibanding kondisi normal," kata Roy menjawab Kompas.com, Selasa (19/5/2020).

Baca juga: APPBI Bantah Rumor Pembatasan Usia Pengunjung Saat Mal Dibuka Kembali

Para pebisnis ritel terpaksa harus menyetop usahanya menyusul penutupan mal atau pusat perbelanjaan karena kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Kendati demikian, pihaknya hingga saat ini belum menghitung total kerugian seluruh ritel yang terdampak Covid-19.

Roy mengatakan, meski  ritel anjlok kedua jenis ritel tersebut masih mendapatkan penghasilan walaupun hanya 10 persen yang bersumber dari e-commerce (perdagangan elektronik).

Penghasilan yang didapat dari penjualan melalui e-commerce ini memang terbilang jauh di bawah pencapaian sebelum krisis Covid-19.

Sementara, empat jenis ritel lainnya mengalami kerugian lebih sedikit dibanding department store atau specialty store.

Keempat jenis ritel tersebut yakni, minimarket, supermarket, hypermarket, dan full-seller yang terkait dengan kebutuhan sehari-hari sehingga diizinkan untuk terus beroperasi.

Baca juga: Pengusaha Ritel Siapkan 5 Langkah Jelang Pembukaan Kembali Mal

Jenis ritel tersebut diketahui mengalami penurunan omzet sebanyak 40 hingga 50 persen dibanding kondisi normal.

"Ritel ini juga terdampak dengan penurunan omzet 40-50 persenan lah. Hal tersebut disebabkan karena impulse buying-nya hilang," kata Roy.

Impulse buying sendiri merupakan pembelian barang yang tak direncanakan oleh konsumen yang mendatangi toko tersebut.

Saat kondisi normal, setiap orang yang mengunjungi toko swalayan tak hanya membeli kebutuhan pokok tetapi membeli barang-barang yang sedang didiskon.

Ketika krisis Corona meluas, konsumen cenderung hanya membeli kebutuhan pokok dan langsung pulang setelah mendapatkan apa yang mereka cari.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com