Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey mengungkapkan, department store maupun specialty store merupakan jenis ritel paling terdampak keras akibat pandemi ini.
Tak tanggung-tanggung, omzet kedua jenis ritel tersebut anjlok sebesar 90 persen.
"Jadi department store maupun specialty store mengalami kerugian sebesar 90 persen dibanding kondisi normal," kata Roy menjawab Kompas.com, Selasa (19/5/2020).
Para pebisnis ritel terpaksa harus menyetop usahanya menyusul penutupan mal atau pusat perbelanjaan karena kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Kendati demikian, pihaknya hingga saat ini belum menghitung total kerugian seluruh ritel yang terdampak Covid-19.
Roy mengatakan, meski ritel anjlok kedua jenis ritel tersebut masih mendapatkan penghasilan walaupun hanya 10 persen yang bersumber dari e-commerce (perdagangan elektronik).
Penghasilan yang didapat dari penjualan melalui e-commerce ini memang terbilang jauh di bawah pencapaian sebelum krisis Covid-19.
Sementara, empat jenis ritel lainnya mengalami kerugian lebih sedikit dibanding department store atau specialty store.
Keempat jenis ritel tersebut yakni, minimarket, supermarket, hypermarket, dan full-seller yang terkait dengan kebutuhan sehari-hari sehingga diizinkan untuk terus beroperasi.
Jenis ritel tersebut diketahui mengalami penurunan omzet sebanyak 40 hingga 50 persen dibanding kondisi normal.
"Ritel ini juga terdampak dengan penurunan omzet 40-50 persenan lah. Hal tersebut disebabkan karena impulse buying-nya hilang," kata Roy.
Impulse buying sendiri merupakan pembelian barang yang tak direncanakan oleh konsumen yang mendatangi toko tersebut.
Saat kondisi normal, setiap orang yang mengunjungi toko swalayan tak hanya membeli kebutuhan pokok tetapi membeli barang-barang yang sedang didiskon.
Ketika krisis Corona meluas, konsumen cenderung hanya membeli kebutuhan pokok dan langsung pulang setelah mendapatkan apa yang mereka cari.
Padahal, impulse buying merupakan salah satu faktor terbesar terjualnya produk di pasar swalayan.
Sebanyak 40 persen penjualan suatu produk di toko swalayan berasal dari impulse buying. Sementara, 60 persen disumbang dari penjualan kebutuhan pokok konsumen.
Roy berharap, setelah Pemerintah melonggarkan aturan PSBB, sektor ritel kembali bangkit seiring penerapan lima persiapan yang diiniasi oleh pengusaha ritel.
Rinciannya:
Pertama, menyangkut kesiapan tenaga kerja melalui pelatihan tentang kedisiplinan dalam rangka menjaga kesehatan, dan keamanan diri dengan baik.
Kedua, Aprindo tengah membuat Standar Operasional Prosedur (SOP) di lingkungan kerja seperti penyemprotan disinfektan secara berkala pada kaca dalam maupun luar toko, troli, tas jinjing, serta rak-rak penyimpan barang.
Ketiga, memastikan kesiapan produk yang dijual oleh pengusaha ritel. Misalnya, produk makanan yang dijual di supermarket tidak ada yang expired atau kedaluwarsa.
Untuk department store, pengusaha harus menyiapkan barang yang berkualitas dan memisahkan barang tak layak jual seperti produk berbahan dasar kulit yang sangat rentan terhadap udara maupun kosmetik.
Keempat, Aprindo tengah mempersiapkan manajemen pelayanan di kantor, baik dari back office maupun head office berupa pelayanan di toko ritel modern harus mengutamakan keselamatan dan kesehatan para pengunjung maupun karyawan.
Kelima, manajemen level service (tingkat pelayanan) harus ditingkatkan. Contohnya, layanan pesan antar (delivery) harus terus dilakukan untuk mengantar barang kepada konsumen di kala mereka tak ingin keluar rumah.
https://properti.kompas.com/read/2020/05/20/080000921/omzet-department-store-dan-specialty-store-anjlok-90-persen