Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024
Kompas.com - 03/05/2020, 07:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Gebyok merupakan partisi rumah dan bagian dari Rumah Adat Kudus (RAK).

Rumah adat tersebut muncul dan berkembang dari Rumah Adat Jawa tipe Joglo di Kudus yang terus mengalami perubahan filosofi dan fisik.

Perkembangan RAK pun tak terlepas dari pengaruh budaya Hindu, Budha, China, Islam, dan sedikit budaya Eropa.

Baca juga: Terinspirasi Indonesia, Pengusaha Selandia Baru Bikin Kursi dari Karpet Tua

Penulis dan penggagas buku Gebyok Ikon Rumah Jawa, Triatmo Doriyanto mengatakan, meski sudah dikenal, namun belum banyak orang yang tahu asal mula partisi ini.

Menurutnya, gebyok bukan karya ukir semata. Gebyok adalah hasil sebuah proses akumulasi perjalanan sejarah, pertemuan budaya, agama, dan kearifan lokal bangsa Indonesia.

"Dalam sejarahnya, banyak tokoh yang menjadi pelopor dan arsitek dari gebyok yang menjadi ikon dari rumah Jawa, hingga bentuknya sekarang ini, yaitu hasil pengembangan oleh para ahli pertukangan dari masa ke masa, mulai dari Kudus dan Jepara," ucap Triatmo dalam keterangan tertulis kepada Kompas.com, Sabtu (2/5/2020).

Awal mula gebyok

Triatmo melanjutkan, ada sejumlah tokoh yang berperan dalam mengembangkan gebyok.

Mereka adalah Sun Ging Ang, The Ling Sing atau Kyai Telingsing, dan Cie Swie Guan yang juga dikenal dengan nama Sungging Badar Duwung.

Sun Ging Ang, selain menyebarkan agama Islam di Kudus juga disebut mengajarkan keterampilan mengukir.

Sama seperti Sun Ging Ang, The Ling Sing juga meneruskan keterampilan ayahnya dalam mengembangkan seni ukir di Kudus, di samping menyebarkan agama Islam.

Sementara di Jepara, Cie Swie Guan mengembangkan seni ukir dan membangun Masjid Mantingan di Demak.

Baca juga: Ragam Rumah Jawa, Simbol Status Sosial

Triatmo menambahkan, 2,5 abad kemudian, seorang tokoh bernama Rogomoyo turut meneruskan keterampilan seni ukir dan pertukangan di Desa Kaliwungu, Kudus.

Tak berhenti di situ, gebyok dan seni ukirnya terus berkembang. Tokoh lain yang memperkenalkan seni ini adalah RA Kartini yang berhasil mengangkat seni tersebut ke sebuah pameran di Den Haag, Belanda.

Bahkan, Kartini juga disebut turut menciptakan motif ukir khas Jepara. Ia turut mendorong para pengukir dengan mempromosikan hasil karya mereka kepada teman-temannya di Belanda.

"Hingga seni ukir Jepara tersohor tak hanya di Indonesia tetapi sampaii ke seluruh dunia," ucap penulis lainnya, Eunike Prasasti.

Perkembangan gebyok

Seiring perkembangan zaman, gebyok mulai mengalami kemunduran. Keberadaannya pun sudah berkurang bahkan terancam punah.

Triatmo menuturkan, di Kudus, keberadaan rumah adat khas daerah itu kini sulit ditemukan. Jumlahnya pun juga tinggal beberapa unit di kudus.

Selebihnya, rumah-rumah adat itu sudah diperjualbelikan baik secara utuh sebagai RAK maupun secara parsial dalam bentuk sebuah gebyok. Padahal, gebyok sebagai bagian inheren dan tak terpisahkan dari RAK.

Meski demikian, saat ini gebyok berkembang dengan beragam motif dan jenis yang dipengaruhi oleh asal-usul daerahnya.

Tak hanya itu, tingkatan sosial masyarakat juga memengaruhi keanekaragaman gebyok, seperti motif hingga teknik ukirnya.

Oleh karenanya, gaya dan motif gebyok tak selalu berasal dari sebuah daerah tertentu namun bisa juga dari wilayah lain.

Seperti contohnya gebyok Kudusan tak selalu berasal dari daerah Kudus, tetapi bisa dibuat di beberapa daerah di Jawa Timur.

Triatmo juga mencatat, jika pada zaman dulu penyebaran gebyok terjadi karena syiar agama, saat ini penyebarannya terjadi atas permintaan pasar.

Hal ini membuat gaya dan motifnya terus berkembang, termasuk jenis pemanfaatannya.

Pengakuan warisan budaya

Gebyok saat ini ada yang digunakan secara utuh sebagai RAK, tetapi juga digunakan secara parsial baik sebagai pintu gerbang, pelaminan, elemen interior bangunan, hingga hiasan semata.

Oleh karenanya keistimewaannya, RAK saat ini telah tercatat sebagai warisan budaya tak benda di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2016.

Kemendikbud mencatat, RAK merupakan warisan budaya yang memiliki gaya seni dari perpaduan budaya pra-Islam, China, dan Islam di Kudus.

Lalu setahun kemudian, RAK ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda oleh Kemendikbud dalam dominan keterampilan dan kemahiran kerajinan tradisional.

Meski telah ditetapkan sebagai warisan budaya, sayangnya gebyok masih dianggap sebagai satu kesatuan dengan RAK dan tidak disebutkan sebagai warisan budaya yang terpisah.

Hal ini, menurut Triatmo, tidak memberikan kekuatan yuridis dan pengakuan budaya terhadap gebyok sebagai ikon dan penopang RAK itu sendiri.

Akibatnya, gebyok sebagai bagian dari budaya tidak dianggap ada. Pemiliknya pun bebas dan leluasa membawa gebyok dan memperjualbelikannya.

Menurut Triatmo, bukan tak mungkin, ke depannya gebyok bisa diakui oleh bangsa lain, apalagi jika mereka merasa memiliki akar budaya yang hampir sama.

Untuk itu, dia berharap gebyok sebagai ikon dari rumah Jawa bisa dijadikan warisan budaya tak benda oleh UNESCO.

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

PTSL Diklaim Naikkan Nilai Ekonomi Rp 5.219 Triliun, dari Mana Sumbernya?

PTSL Diklaim Naikkan Nilai Ekonomi Rp 5.219 Triliun, dari Mana Sumbernya?

Berita
[POPULER PROPERTI] Tebar Promo Flash Sale KAI, Naik Kereta Eksekutif Cuma Rp 100.000

[POPULER PROPERTI] Tebar Promo Flash Sale KAI, Naik Kereta Eksekutif Cuma Rp 100.000

Berita
Kementerian ATR/BPN Gandeng Bank Mandiri, Luncurkan PNBP Elektronik

Kementerian ATR/BPN Gandeng Bank Mandiri, Luncurkan PNBP Elektronik

Berita
Harga Rumah Murah di Kabupaten Malang Rp 150 Jutaan, Cek di Sini (II)

Harga Rumah Murah di Kabupaten Malang Rp 150 Jutaan, Cek di Sini (II)

Perumahan
Harga Rumah Murah di Kabupaten Malang Rp 150 Jutaan, Cek di Sini (I)

Harga Rumah Murah di Kabupaten Malang Rp 150 Jutaan, Cek di Sini (I)

Perumahan
Masuki 'Low Season', Okupansi Kawasan The Nusa Dua Bali di Atas 55 Persen

Masuki "Low Season", Okupansi Kawasan The Nusa Dua Bali di Atas 55 Persen

Kawasan Terpadu
Pemerintah Ajak Daerah Aktif dalam Forum Air Dunia 2024

Pemerintah Ajak Daerah Aktif dalam Forum Air Dunia 2024

Berita
Proyek Hampir Beres, Stasiun Halim Bakal Jadi Titik Temu Angkutan Umum

Proyek Hampir Beres, Stasiun Halim Bakal Jadi Titik Temu Angkutan Umum

Berita
301.181 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Saat Nyepi

301.181 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Saat Nyepi

Berita
Lakukan Ini agar Warna Cat Rumah Minimalis di Eksterior Rumah Tak Mudah Pudar

Lakukan Ini agar Warna Cat Rumah Minimalis di Eksterior Rumah Tak Mudah Pudar

Tips
Gaet Perusahaan Malaysia dan Jepang, Mustika Land Rilis Rumah Rp 500 Juta

Gaet Perusahaan Malaysia dan Jepang, Mustika Land Rilis Rumah Rp 500 Juta

Berita
Termasuk LRT Jabodetabek dan KCJB, Ini Daftar Transportasi Massal yang Terintegrasi di Stasiun Halim

Termasuk LRT Jabodetabek dan KCJB, Ini Daftar Transportasi Massal yang Terintegrasi di Stasiun Halim

Berita
Catat Penjualan Ratusan Rumah dalam Sebulan, Central Group Dipandang Paling Inovatif

Catat Penjualan Ratusan Rumah dalam Sebulan, Central Group Dipandang Paling Inovatif

Perumahan
Tiket KA Lebaran Sudah Laku 1 Juta, Ini Tanggal Favorit Pemudik

Tiket KA Lebaran Sudah Laku 1 Juta, Ini Tanggal Favorit Pemudik

Berita
Pekan Depan, 17.000 Orang Balik ke Jakarta Naik Kereta

Pekan Depan, 17.000 Orang Balik ke Jakarta Naik Kereta

Berita
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+