Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Djoko Setijowarno
Akademisi

Peneliti Laboratorium Transportasi Unika Soegijapranata

Subsidi BBM untuk "Unicorn", Ketidakadilan Kebijakan Sektor Transportasi

Kompas.com - 15/04/2020, 11:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Perusahaan-perusahaan besar bidang jasa angkutan jalan, sebagaimana pernah diungkapkan oleh Sekjen Organda Ateng Wahyudi, saat ini air mata pun sudah kering. Nah, kondisi ini yang juga harus mendapatkan perhatian khusus oleh pemerintah.

Angkutan umum lain juga perlu diperhatikan

Menurut data Direktorat Angkutan Jalan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, terdapat 3.650 perusahaan bus/angkutan pada tahun 2019.

Jumlah perusahaan bus/angkutan itu merupakan gabungan dari 6 jenis layanan, yaitu bus antar kota antar provinsi (AKAP); mobil antar jemput antar propinsi (AJAP); bus pariwisata; angkutan sewa; angkutan alat berat; dan angkutan bahan berbahaya dan beracun (B3).

Itu belum termasuk bus-bus angkutan antar kota dalam provinsi (AKDP), angkutan pedesaan (angkudes), angkutan perkotaan (angkot), bajaj, becak, becak motor, becak nempel motor (bentor) yang datanya ada di Dinas Perhubungan Provinsi, Kabupaten maupun Kota.

Perhatian apa yang sudah diberikan oleh Pemerintah maupun BUMN terhadap angkutan umum itu?

Angkutan roda tiga seperti bajaj sebagai salah satu moda angkutan umum beroperasi di Jakarta sudah tidak diperhatikan keberadaannya.

Sudah wilayah operasinya dibatasi, tambah semakin terpuruk di saat ojek daring muncul dengan wilayah operasi tanpa batas.

Angkutan bajaj dibiarkan beroperasi tapa perlindungan, meski sebagai angkutan umum yang legal.

Pengemudi ojek daring masih punya peluang mendapatkan penghasilan dengan membawa barang.

Sementara pengemudi angkutan umum lainnya tertutup peluang itu. Karena mobilitas orang berkurang dan moda yang digunakan dibatasi jumlah penumpangnya.

Kementerian Pertanian juga menggandeng perusahaan aplikator transportasi daring untuk pembelian sembako via daring.

Di samping itu, perusahaan transportasi daring dapat banyak sekali funding, beda halnya dengan perusahaan-perusahaan transportasi lainnya harus berupaya mandiri.

Perlu diketahui publik, bahwa dengan kondisi sekarang ini perusahaan transportasi, seperti perusahaan taksi, bus dan truk melakukan gerakan bantuan sosial tidak hanya pada pegawainya (pengemudi, knek, teknisi, administrasi) namun juga ke masyarakat yang membutuhkan.

Padahal perusahaan transportasi itu keuntungan lebih kecil dibanding perusahaan transportasi daring. Dan hubungan kerja perusahaan angkutan dengan awak angkutannya juga bermitra.

Tidak bekerja tidak mendapatkan penghasilan. Sementara, program perusahaan transportasi daring tidak mengena sasaran langsung mitranya, apalagi untuk memikirkan masyarakat yang lain, masih jauh dari harapan.

Jika pemerintah dan BUMN mau adil, tidak hanya pengemudi ojek daring yang mendapatkan cash back untuk pembelian BBM atau bentuk bantuan lainnya, akan tetapi diberikan pula bantuan pada seluruh pengemudi transportasi umum yang lainnya.

Ketidakadilan ini harus segera diakhiri, supaya ketegangan di kalangan masyarakat bisa mereda.

Negara ini sedang dirundung duka janganlah lagi ditambah masalah akibat ketidakadilan itu.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com