Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Djoko Setijowarno
Akademisi

Peneliti Laboratorium Transportasi Unika Soegijapranata

Subsidi BBM untuk "Unicorn", Ketidakadilan Kebijakan Sektor Transportasi

Kompas.com - 15/04/2020, 11:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PENGEMUDI ojek online (ojol) atau daring bukanlah satu-satunya profesi pengemudi angkutan umum yang mengalami penurunan pendapatan pada masa pandemi Covid-19.

Sangat disayangkan, perhatian Pemerintah dan BUMN justru sangat berlebihan terhadap pengemudi ojek daring.

Padahal, dalam Undang-undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, ojek bukan termasuk angkutan umum.

Seyogyanya Pemerintah dan BUMN dapat bertindak adil terhadap seluruh profesi pengemudi angkutan umum.

Tak dapat dimungkiri, pada masa terjadinya wabah Covid-19 ini nyaris semua sendi kehidupan terkena imbasnya tak terkecuali sektor transportasi.

Gubermur Bank Indonesia (BI) Perry Warjyo dalam konferensi video, Selasa (14/4/2020), mengatakan risiko resesi ekonomi dunia terutama terjadi pada Kuartal II dan Kuartal III 2020, sesuai dengan pola pandemi Covid-19, dan diperkirakan akan kembali membaik mulai Kuartal-IV 2020.

Bagaimana dampak nyata wabah Covid-19 tersebut terhadap sektor transportasi dan bagaimana pemerintah Indonesia menyikapinya?

Sebagaimana banyak diberitakan di media pada hari Selasa (14/4/2020) bahwa BUMN terbesar negeri ini, yaitu PT Pertamina, mengeluarkan kebijakan yang begitu istimewa.

Kebijakan itu ditujukan kepada para pelaku angkutan berbasis daring khususnya ojol berupa pemberian cash back sebesar 50 persen untuk pembelian bahan bakar minyak (BBM) non subsidi.

Seyogyanya Pemerintah, sekalipun melalui BUMN, dalam mengambil kebijakan sektor transportasi harus berlaku adil, tidak memihak hanya kepada kelompok tertentu.

Karena hal itu sangat berpotensi menimbulkan kecemburuan pada pengusaha jasa angkutan lainnya, seperti angkutan kota (angkot), taksi, ataupun bus-bus angkutan antar kota dalam Provinsi (AKDP) maupun angkutan antar kota antar Provinsi (AKAP).

Kemudian bus pariwisata, angkutan antar jemput antar provinsi (AJAP) atau travel, bajaj, becak motor, bentor (becak nempel motor), ojek pangkalan (opang) dan sudah pasti juga para pelaku usaha jasa angkutan barang/logistik.

Jika ditarik ke belakang kita tahu bahwa di balik operasional ojek daring ada perusahaan aplikasi yang sudah menyandang status sebagai perusahaan startup unicorn dengan value triliunan rupiah.

Di Indonesia sendiri terdapat empat perusahaan startup berstatus unicorn. Mereka adalah Gojek dengan valuasi sebesar 9,5 miliar dollar AS, Tokopedia (7 miliar dolar AS), Traveloka (4,1 miliar dolar AS), dan Bukalapak (1 miliar dolar AS).

Akan tetapi mengapa para pengemudi ojek daring, yang notabene sebagai "mitra" kurang diperhatikan oleh pemilik aplikator tersebut. Dan bahkan kemudian Pemerintah memberikan sesuatu yang istimewa kepada mereka.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com