Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Djoko Setijowarno
Akademisi

Peneliti Laboratorium Transportasi Unika Soegijapranata

Kompensasi Bagi Usaha Angkutan Umum

Kompas.com - 02/04/2020, 17:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

INDONESIA sudah memiliki regulasi untuk dapat terus melestarikan keberadaan transportasi umum. Regulasi tersebut adalah Undang-undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

UU ini negatakan, Pemerintah wajib menyediakan angkutan umum, mewajibkan angkutan umum berbadan hukum dan memberikan subsidi.

Perusahaan angkutan umum adalah badan hukum yang menyediakan jasa angkutan orang dan/atau barang dengan kendaraan bermotor umum

UU ini juga mewajibkan Pemerintah menjamin tersedianya angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang antarkota antar provinsi serta lintas batas negara, Pemerintah Daerah Provinsi untuk antarkota dalam provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam wilayah kabupaten/kota.

Penyediaan jasa angkutan umum dilaksanakan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan/atau badan hukum lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (pasal 139).

Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 2014 Angkutan Jalan Pasal 7 menyatakan bahwa Perusahaan Angkutan Umum harus berbentuk badan hukum Indonesia
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. \

Badan hukum dapat berbentuk badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik daerah (BUMD), perseroan terbatas (PT), atau koperasi.

Untuk memberikan subsidi bagi angkutan penumpang umum (Pasal 185), angkutan penumpang umum dengan tarif kelas ekonomi pada trayek tertentu dapat diberi subsidi oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.

Subsidi adalah selisih biaya pengoperasian pelayanan yang dikeluarkan oleh perusahaan angkutan umum dengan pendapatan dan/atau penghasilan pada suatu trayek tertentu.

Negara sudah hadir  saat ini Kementerian Perhubungan telah memberikan tiga jenis subsidi angkutan umum::

(1) angkutan bus perintis (PM Perhubungan Nomor 73 Perhubungan Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Subsidi Angkutan Jalan Perintis)

(2) angkutan umum di Kawasan Strategis Pariwisata Nasional atau KSPN (PM Perhubungan Nomor 52 Tahun 2019 Pelayanan Angkutan Penumpang Umum pada Kawasan Strategis Nasional)

(3) Angkutan Umum Perkotaan (PM Perhubungan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pemberian Subsidi Angkutan Penumpang Umum Perkotaan).

Demikian pula di daerah, telah ada pemda yang menyelenggarakan layanan angkutan umum dengan skema pembelian layanan (buy the service), seperti Trans Jakarta, dan Trans Semarang.

Kemudian Trans Jateng, Trans Sarbagita, Trans Tabanan, Trans Padang, Trans Maminasata, Trans Metro Pekanbaru, Trans Anggrek, Trans Patriot, Trans Musi, Trans Mebidang, Trans Yogya, Trans Metro Bandung dan lainnya.

Skema pembelian layanan sudah memberikan jaminan bagi manajemen dan awak kendaraan mendapatkan penghasilan tetap bulanan.

Regulator akan membayar ke operator berdasarkan rupiah per kilometer panjang layanan angkutan umum beroperasi. Setiap hari rata-rata setiap armada bus menempuh kisaran 190 km-200 km.

Adanya wabah Covid-19, waktu operasi akan berkurang, tetapi tidak akan mengganggu penghasilan bulanan manajemen dan awak kendaraan.

Hal ini karena sudah dianggarkan sejak awal dan dipastikan tidak akan mengurangi pendapatan bulanan awak kendaraan.

Cuma ada pengurangan jumlah pembayaran ke operator. Model angkutan seperti sebenarnya yang diinginkan pemerintah dan cukup ideal.

Pada saat penumpang berkurang dan kemungkian akan dilarang beroperasi, tidak mengurangi pendapatan manajemen dan awak kendaraan.

Lain halnya dengan angkutan umum perkotaan yang tidak berbadan hukum dan tidak mendapat subsidi. Pasti mempengaruhi pendapatan awak kendaraan.

Itulah pentingnya angkutan umum harus berbadan hukum yang dapat memberikan jaminan kehidupan awak kendaraan.

Saat bisnis angkutan umum terimbas Covid-19, hendaknya pemerintah dapat menyiapkan program recovery bagi bisnis transportasi umum.

Sejumlah bisnis Angkutan Bus Antar kota Antar Provinsi (AKAP), angkutan travel atau Angkutan Antar Jemput Antar Provinsi (AJAP), taksi regular (konvensional), Angkutan Bus Pariwisata dapat diberikan program bantuan recovery demi keberlangsungan bisnisnya.

Minimal setiap pekerja transportasi umum itu mendapat bantuan bulanan setara UMK salama 3-6 bulan ke depan.

Setiap bulan dapat dievaluasi. Jangan sampai nantinya bisnis angkutan umum ini gulung tikar, maka negaralah yang akan merugi nantinya.

Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11 /POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019.

Namun regulasi tersebut tidak berpihak pada pengusaha angkutan umum, sehingga tidak memberikan solusi aman bagi keberlangsungan bisnis transportasi umum.

Otoritas Jasa Keuangan tidak perlu membatasi debitur dengan fasilitas kredit kurang Rp 10 miliar yang harus dibantu.

Yang diminta pengusaha transportasi umum adalah penundaan kewajiban, bukan meminta tidak membayar hutang.

Hilanglkan saja batasan Rp 10 miliar itu, jika pemerintah benar-benar berpihak pada bisnis transportasi umum.

Pemerintah jangan terlalu berpihak dan memikirkan kelanggengan bisnis transportasi online yang sesungguhnya sekarang ini mitranya sudah membebani negara dan masyarakat. Bukan lagi mitra aplikator akan tetapi sudah menjadi mitra negara.

Seharusnya tanpa batasan, karena yang pinjaman besar, juga makin besar risikonya. Usaha angkutan umum itukan usaha pendapatan harian, yang disisihkan sebagian untuk mengembalikan angsuran setiap bulan.

Berapapun pinjamannya tetap butuh kebijakan. Mengingat semakin besar pinjamannya juga berarti semakin banyak yang bernaung di perusahaan tersebut. Gelombang pemutusan hhubungan kerja (PHK) dapat lebih besar dampaknya.

Dengan kondisi sekarang, para pengusaha transportasi umum cukup dipusingkan memikirkan nasib pekerja yang harus diputus hubungan kerja (PHK).

Apa tidak lebih baik memberi nafas buat semuanya supaya bersama-sama mempertahankan untuk semua pula.

Di sisi lain, Badan Pengelola Transportasi Jakarta (BPTJ) telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 5 Tahun 2020 tentang Pembatasan Penggunaan Moda Transportasi untuk Mengurangi Pergerakan Orang dari dan ke wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi Selama Masa Pandemik Corona Virus Disease 2019 (Covid 19).

Surat ini hanya memberikan rekomendasi bagi operator transportasi umum untuk membatasi layanan dan perpindahan orang di wilayah Jabodetabek serta dari dan ke Wilayah Jabodetabek.

Tidak masalah jika suatu saat pemerintah akan menutup akses angkutan umum antar provinsi dan itu mudah dilakukan klarena ada organisasi yang menaunginya, yaitu Organda.

Namun pemerintah, harus memberikan kompensasi bagi pengusaha angkutan umum itu sebagai wujud negara hadir dan berpihak pada layanan transportasi umum.

Selain negara hadir, juga sebagai pembeda antara bisnis angkutan umum yang tidak mau berbadan hukum dan yang mau berbadan hukum.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com