UNTUK mengendalikan angkutan barang dimensi berlebih atau over dimension perlu memperkuat penyelenggaraan uji laik kendaraan atau kir di Dinas Perhubungan Kota dan Kabupaten.
Sementara untuk mengendalikan angkutan barang muatan lebih atau over loading harus memperkuat penyelenggaraan Unit Penyelenggaraan Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) atau jembatan timbang.
Hal ini masih menjadi wewenang Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan bersinergi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk urusan kir di pemerintah daerah (pemda).
Therik, W (2020) menyebutkan probematika ODOL di Indonesia adalah:
(a) sudah menjadi budaya dalam dunia logistik angkutan truk di Indonesia;
(b) Truk ODOL logistik dan distribusi bahan baku maupun produk industri nasional sangat bergantung pada moda transportasi darat (truk) karena moda transportasi lainnya seperti kereta api, angkutan laut dan udara belum mampu mengurangi beban dan transportasi darat (truk); dan
(c) Truk ODOL karena belum semua moda transportasi (angkutan darat, laut dan udara) terkoneksi, apalagi di daerah kepulauan.
Dari semua negara di ASEAN, hanya Indonesia yang masih berkutat dengan masalah truk ODOL dan tak kunjung tuntas.
Permasalahan ODOL adalah bagian dari sistem transportasi logistik. Dan logistik merupakan sebuah aktivitas untuk memindahkan dan menempatkan stok (inventory) pada waktu, tempat dan kepemilikan yabg diinginkan dengan biaya sekecil mungkin, (Bowersox, D.J., Closs, D.J. dan Cooper, M.B. 2007).
Maka, bicara logistik sama seperti prinsip ekonomi dengan biaya minim dengan untung yang sebesar-besarnya.
Logistik merupakan kombinasi dari order management, inventory, transportasi, warehousing, material handling, packaging dan facility networking.
Kemudian para pemangku kepentingan dari logistik adalah konsumen, pelaku logistik (produsen dan penyalur), penyedia jasa logistik, pendukung logistik (asosiasi, konsultan, instansi pendidikan) dan pemerintah.
Perlu diketahui bahwa indeks terkait dengan supply chain posisi Indonesia di bawah Vietnam. Hal ini disebakan ongkos transportasi yang mahal.
Ongkos mahal di antaranya disebabkan harga mobil yang mahal dan biaya operasional kendaraan yang tinggi.
Oleh sebab itu, harus mengetahui alur logistik dari produsen hingga konsumen.
Biaya operasional tinggi ini yang harus dipecahkan, karena banyak pengusaha logistik yang mengeluhkan adanya biaya-biaya di luar dari biaya operasional yang tak terduga di jalan hingga tiba di lokasi (seperti biaya bongkar, jatah oknum LSM, oknum aparat).
Menurut Frost and Sullivan 2016, biaya logistik Indonesia pada tahun 2028 paling tinggi yakni 24 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Sementara negara lain, seperti Vietnam (20 persen PDB), Thailand (15 persen PDB), Tiongkok (14 persen PDB), Malaysia, Philipina dan India (13 persen PDB), Taiwan dan Korea Selatan (9 persen PDB), Singapura dan Jepang (8 persen PDB).