Selang tiga tahun berikutnya, tepatnya pada Desember 1985, Petre membuka resor pertamanya, Kuredu.
"Ketika saya datang, mungkin ada 15 resor di seluruh negeri dan hari ini ada 150. Ini benar-benar telah berubah. Ketika kami mulai pada tahun 1988, kami adalah satu-satunya resor di atol ini (Lhaviyani Atoll). Tidak ada orang di utara kami," ucap Petre.
Namun pembukaan resor pertamanya hanya berselang satu bulan dari kudeta di negara tersebut. Kondisi ini praktis membuat suasana politik di Maladewa menjadi panas.
Petre menuturkan, kudeta yang dirancang oleh pengusaha setempat pun gagal. Kejadian tersebut membuat Pemerintah India mengirimkan 3.000 penerjun payung ke Maladewa.
Kala itu, salah seorang tentara bayaran melarikan diri menggunakan sebuah kapal, yang pada akhirnya ditenggelamkan oleh Angkatan Laut India.
Naasnya, kapal yang digunakan untuk melarikan diri itu membawa perlengkapan dapur milik resor Petre.
"Empat bulan pertama kami memiliki dapur sementara dan piring sementara," tutur Petre.
Selain suasana politik yang memanas, masyarakat lokal saat itu belum terlalu terbuka.
Menurutnya, kala itu belum banyak perempuan lokal yang mau bekerja di resor. Padahal, dia membutuhkan banyak pekerja perempuan.
Alhasil, Petre pun lalu membawa keluarga dan anak perempuan Kuredu serta membangun fasilitas khusus bagi mereka.
Baca juga: Dari Maladewa, Turis China Berpaling ke Indonesia
Para perempuan tersebut kemudian dididik di bidang perhotelan untuk mengembangkan resor.
"Dari dasarnya memiliki nol perempuan di tenaga kerja perhotelan, hari ini di mana-mana ada perempuan lokal," kata Petre.
Jumlah ini bertambah dengan kehadiran turis dari negara-negara lain seperti Jerman dan Inggris, dan lebih dari 150 negara saat ini.
Pertumbuhan resornya kian pesat. Saat Kuredu dibangun, Petre bermitra dengan warga setempat dan mendirikan perusahaan Crown & Champa Resorts.