Lalu proyek kedua adalah Light Rapid Transit (LRT) Jabodebek yang perkembangannya telah mencapai 67 persen per 1 November 2019.
Secara keseluruhan terdapat 31 trainset LRT yang melayani rute Cawang-Cibubur, Cawang-Kuningan-Dukuh Atas, serta Cawang-Bekasi.
"Nanti ada LRT karena orang berpindah ke transportasi massal akan mengurangi kemacetan. Nanti kereta cepat jadi (pada) 2021. Itu juga akan mengurangi kemacetan karena perpindahan dari mobil ke transportasi umum, transportasi massal," papar Presiden.
Tol layang ini berada di atas sebagian ruas Tol Jakarta-Cikampek eksisting, dan membentang dari Ruas Cikunir hingga Karawang Barat (Sta 9+500 sampai dengan Sta 47+500.
Adapun panjangnya mencapai 36,4 kilometer dan diklaim sebagai tol layang terpanjang di Indonesia. Sebelumnya, rekor tersebut dipegang oleh Tol Wiyoto-Wiyono yang dibangun sepanjang 15 kilometer.
Jalan Tol Layang Jakarta-Cikampek dibangun dengan investasi Rp 16,2 triliun. Sebagai kontraktor pelaksana adalah PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT) bersama dengan PT Acset Indonusa Tbk (ACSET) (KSO Waskita-Acset).
Selama pengerjaan, belum pernah ada kecelakaan kerja meski pelaksanaan kerja terlampau cukup sulit.
Diketahui, selama konstruksi, pekerjaan ini dilakukan di atas lalu lintas kendaraan yang melaju. Terlebih, di setiap sisinya terdapat pengerjaan proyek LRT dan kereta cepat.
Baca juga: Aspek Keselamatan, Faktor Krusial Tol Layang Jakarta-Cikampek
Menurut Peneliti Laboratorium Transportasi Unika Soegijapranata, Djoko Setijowarno mengatakan, selama pembangunan, Komisi Keamanan Jembatan dan Terowongan Jalan (KKJTJ) yang dibentuk Kementerian PUPR turut mengawasi sejak perencanaan hingga pelaksanaan konstruksi.
"Selama pekerjaan konstruksi, dapat dikatakan tidak pernah ada kecelakaan kerja yang berakibat fatal," kata Djoko.
Sebuah foto yang menampakkan gambaran jalan yang bergelombang ramai di media sosial. Publik pun bertanya-tanya apakah tol layang tersebut aman dilalui kendaraan.
Djoko menuturkan, menurut informasi yang dia dapatkan dari PT Jasa Marga (Persero) Tbk, alinyemen vertikal memang tidak dibuat lurus dan agak bergelombang jika dilihat dari kejauhan.
Baca juga: Catat, Jenis Kendaraan yang Boleh Lewat Tol Layang Jakarta-Cikampek
Hal ini dirancang guna menghemat biaya konstruksi. Selain itu, pembangunan tersebut juga dilakukan untuk mematuhi norma atau pedoman membangun jalan yang berkeselamatan.
Terlebih di area yang terdapat jembatan penyeberangan orang (JPO) atau overpass, maka ketinggian jalan akan naik.
"Terus akan kembali lagi ke elevasi normal. Karena banyaknya alinyemen vertikal, maka jadinya naik-turun. Jika di foto-foto memang kesannya meliuk-liuk, padahal tetap aman," tutur Djoko.
(Sumber: Kompas.com/Rosiana Haryanti, Dani Prabowo, Elsa Catriana, Mutia Fauzia)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.