Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bisakah Pengembangan TOD Kurangi Macet di Jabodetabek?

Kompas.com - 11/12/2019, 18:21 WIB
Suhaiela Bahfein,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sebagai ibu kota Indonesia yang diperkirakan hingga tahun 2024, Jakarta masih memegang status sebagai pusat keuangan dan konsentrasi perusahaan-perusahaan ternama.

Dengan pengakuan seperti itu, ibu kota negara ini terus berusaha menarik investor dan talent-talent dari seluruh pelosok Indonesia.

Hasilnya, Jakarta dan kota-kota di sekelilingnya, yaitu Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jadebotabek) selalu mengalami peningkatan populasi. Saat ini, jumlah penduduk Jabodetabek diperkirakan mencapai 30 juta orang.

Dengan populasi sebesar itu, permintaan perumahan di Jabodetabek juga melesat tinggi. Diperkirakan permintaan tahunan hunian di Jakarta mencapai sekitar 100.000 unit per tahun.

Di sisi lain, pertumbuhan pasokan hunian jauh dari yang diharapkan. Kelangkaan tanah dan meningkatnya harga, dipandang sebagai hambatan utama masyarakat tinggal di Jakarta.

Alhasil, perumahan kumuh menjamur di seluruh penjuru kota.

Menurut Head of Research Savillas Indonesia Anton Sitorus, kemacetan lalu lintas juga memperburuk Jakarta karena peningkatan yang signifikan kendaraan pribadi yang membuat upaya untuk mengatasi masalah perumahan di Jakarta menjadi lebih sulit dan kompleks.

Baca juga: Ini Proyek TOD Terlengkap yang Menyatu dengan Terminal dan Stasiun

Sementara itu, pembangunan horizontal bertingkat rendah yang ekstensif di Jakarta telah menjadi penyebab utama urban sprawl atau pemekaran kota dan juga kemacetan lalu lintas karena masyarakat memiliki ketergantungan kendaraan pribadi yang lebih tinggi.

Saat ini, lebih dari 18 juta kendaraan pribadi beredar di Jakarta dan sekitarnya. Tak hanya itu, sebanyak 1,4 juta orang bepergian ke luar kota menggunakan kendaraan pribadi setiap hari.

"Karena itu, kemacetan lalu lintas adalah suatu pemandangan biasa di Jakarta. Untuk mengatasi kendala tersebut, salah satu upaya yang tengah digalakkan adalah konsep Transit Oriented Development (TOD) atau pengembangan berorientasi transit," kata Anton dalam riset yang diterima Kompas.com, Selasa (10/12/2019).

Pengembangan konsep TOD ini dianggap sebagai solusi yang tepat untuk Jakarta dengan mengintegrasikan tingginya proyek perumahan padat di kota.

TOD merupakan pendekatan dalam perencanaan kota yang bertujuan untuk memaksimalkan orang dapat mengakses transportasi umum dengan mempromosikan campuran antara perumahan lingkungan dengan ruang komersial atau rekreasi yang dapat ditempuh hanya dengan berjalan kaki ke halte atau tempat-tempat transit.

Baca juga: Rp 18 Juta Per Bulan, Batas Maksimal Gaji Pembeli Hunian TOD MRT

Diciptakan pada akhir 1980-an oleh arsitek dan perencana kota, Peter Calthorpe, ia mengajukan definisi TOD sebagai proyek penggunaan campuran dengan jarak hanya 600 meter berjalan kaki dari pusat transportasi.

Zona TOD biasanya memiliki stasiun angkutan umum sebagai inti yang juga dikelilingi oleh pengembangan kepadatan tinggi, dengan komponen dengan kerapatan lebih rendah menyebar ke luar dari pusat.

Pemerintah melalui perusahaan negara (BUMN) seperti PT Adhi Karya (Persero) Tbk, PT PP Properti (Persero) Tbk, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk dan PT Waskita Karya (Persero) Tbk, telah mengadopsi konsep TOD sejak beberapa tahun lalu.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau