Dengan pengakuan seperti itu, ibu kota negara ini terus berusaha menarik investor dan talent-talent dari seluruh pelosok Indonesia.
Hasilnya, Jakarta dan kota-kota di sekelilingnya, yaitu Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jadebotabek) selalu mengalami peningkatan populasi. Saat ini, jumlah penduduk Jabodetabek diperkirakan mencapai 30 juta orang.
Dengan populasi sebesar itu, permintaan perumahan di Jabodetabek juga melesat tinggi. Diperkirakan permintaan tahunan hunian di Jakarta mencapai sekitar 100.000 unit per tahun.
Di sisi lain, pertumbuhan pasokan hunian jauh dari yang diharapkan. Kelangkaan tanah dan meningkatnya harga, dipandang sebagai hambatan utama masyarakat tinggal di Jakarta.
Alhasil, perumahan kumuh menjamur di seluruh penjuru kota.
Menurut Head of Research Savillas Indonesia Anton Sitorus, kemacetan lalu lintas juga memperburuk Jakarta karena peningkatan yang signifikan kendaraan pribadi yang membuat upaya untuk mengatasi masalah perumahan di Jakarta menjadi lebih sulit dan kompleks.
Sementara itu, pembangunan horizontal bertingkat rendah yang ekstensif di Jakarta telah menjadi penyebab utama urban sprawl atau pemekaran kota dan juga kemacetan lalu lintas karena masyarakat memiliki ketergantungan kendaraan pribadi yang lebih tinggi.
Saat ini, lebih dari 18 juta kendaraan pribadi beredar di Jakarta dan sekitarnya. Tak hanya itu, sebanyak 1,4 juta orang bepergian ke luar kota menggunakan kendaraan pribadi setiap hari.
"Karena itu, kemacetan lalu lintas adalah suatu pemandangan biasa di Jakarta. Untuk mengatasi kendala tersebut, salah satu upaya yang tengah digalakkan adalah konsep Transit Oriented Development (TOD) atau pengembangan berorientasi transit," kata Anton dalam riset yang diterima Kompas.com, Selasa (10/12/2019).
Pengembangan konsep TOD ini dianggap sebagai solusi yang tepat untuk Jakarta dengan mengintegrasikan tingginya proyek perumahan padat di kota.
TOD merupakan pendekatan dalam perencanaan kota yang bertujuan untuk memaksimalkan orang dapat mengakses transportasi umum dengan mempromosikan campuran antara perumahan lingkungan dengan ruang komersial atau rekreasi yang dapat ditempuh hanya dengan berjalan kaki ke halte atau tempat-tempat transit.
Diciptakan pada akhir 1980-an oleh arsitek dan perencana kota, Peter Calthorpe, ia mengajukan definisi TOD sebagai proyek penggunaan campuran dengan jarak hanya 600 meter berjalan kaki dari pusat transportasi.
Zona TOD biasanya memiliki stasiun angkutan umum sebagai inti yang juga dikelilingi oleh pengembangan kepadatan tinggi, dengan komponen dengan kerapatan lebih rendah menyebar ke luar dari pusat.
Pemerintah melalui perusahaan negara (BUMN) seperti PT Adhi Karya (Persero) Tbk, PT PP Properti (Persero) Tbk, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk dan PT Waskita Karya (Persero) Tbk, telah mengadopsi konsep TOD sejak beberapa tahun lalu.
Pada saat yang sama, sejumlah pengembang juga memasukkan model TOD dalam rencana mereka sebagai nilai tambah dan strategi untuk memikat pembeli.
Kampanye luas ini bertepatan dengan pengembangan beberapa proyek infrastruktur utama seperti MRT, LRT, maupun jalan tol.
Hanya, tidak satu pun dari perkembangan ini telah memasuki tahap operasional prospek pengembangan TOD di Jakarta dan sekitarnya yang dipandang berdampak signifikan mengurangi kemacetan kota.
Jakarta terkenal dengan kemacetannya yang terkenal buruk. Berdasarkan survei oleh
Indeks Lalu Lintas TomTom pada 2019, Jakarta berada di peringkat 7 dalam daftar kota terburuk macet terburuk.
Sebuah laporan dari Bank Dunia pada tahun 2019 menunjukkan bahwa Jakarta termasuk dalam kota-kota yang paling padat di kawasan Asia Pasifik.
"Dengan kompleksitas dan tantangan seperti itu, Jakarta perlu adanya pendekatan yang lebih baik untuk mengatasi masalah perumahan dan lalu lintas masalah secara efektif," kata Anton.
Perumahan masa depan harus diintegrasikan dengan jaringan transportasi publik untuk meminimalkan penggunaan kendaraan pribadi.
Perkembangan hunian terintegrasi di kota juga untuk menghindari konsentrasi tinggi volume lalu lintas di pintu masuk kota seperti yang terlihat di jam sibuk pagi hari dan setelah jam kantor.
Dengan demikian dalam jangka panjang, hal tersebut perlahan akan berkurang dan dapat meningkatkan perluasan kota lebih lanjut.
https://properti.kompas.com/read/2019/12/11/182127621/bisakah-pengembangan-tod-kurangi-macet-di-jabodetabek