Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 21/11/2019, 12:18 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

Namun demikian, dalam kacamata Deddy, key success indicator (KSI) MRT Jakarta justru terletak pada meningkatnya jumlah pengguna kendaraan pribadi yang beralih ke MRT pada hari kerja.

Baca juga: Fase II MRT Jakarta Bunderan HI-Ancol Barat Butuh Rp 22,5 Triliun

Karena MRT diutamakan untuk switching dari kendaraan pribadi ketika ERP diberlakukan. Selain itu, itu juga perpindahan moda dari kendaraan pribadi ke MRT bukan perpindahan antar moda angkutan umum.

"MRT diharapkan dapat membantu target pemerintah 60 persen share transportasi publik pada tahun 2029," imbuh Deddy.

Namun, bagaimana bila ada kejadian tak terduga yang berdampak signifikan pada operasional?

Melalui kejadian listrik mati total 4 Agustus 2019, MRT Jakarta mutlak perlu standard operational procedure (SOP) baru yang mengatur mitigasi kebencanaan untuk jalur bawah tanah MRT.

Standar Pelayanan Minimum (SPM) dan SOP jalur kereta bawah tanah Indonesia masih belum memiliki payung hukum terkait standarisasi dari pemerintah.

Dalam hal ini diperlukan regulasi terkait standarisasi SOP dan simulasi kondisi kahar (listrik mati dan bencana banjir/gempa) khusus jalur kereta atas dan jalur bawah tanah.

Baca juga: 1 Desember, Naik MRT Jakarta Bisa Pakai QR Code

Untuk menghasilkan sistem perkeretaapian yang baik dan terukur tentunya wajib mengutamakan kepuasan dan kepercayaan konsumen berdasarkan keselamatan, keamanan, kehandalan, kenyamanan, kemudahan, dan kesetaraan.

Keenam pilar tersebut, kata Deddy, saat ini dapat menjadi misi dalam SPM dari perusahaan perkeretaapian.

Unsur pelayanan memilki posisi sangat penting dan menentukan keberhasilan dalam sistem perkeretaapian yang baik dan terkontrol.

Direktur Keuangan dan Manajemen Korporasi PT MRT Jakarta TuhiyatHilda B Alexander/Kompas.com Direktur Keuangan dan Manajemen Korporasi PT MRT Jakarta Tuhiyat
Untuk memperoleh sistem pelayanan sesuai standarisasi internasional tentunya tidak dapat mengandalkan sense of services atau level of service semata mengingat dalam prinsip pelayanan pelanggan tidak pernah mengenal batas atas.

"Khusus MRT sebaiknya tidak diberlakukan SPM lagi karena sarana dan prasarana didesain dalam satu kesatuan unit, jadi SPM MRT Jakarta bisa naik kelas menjadi standar pelayanan (SP)," imbuh Deddy.

Persoalan ini berbeda dengan commuter line eksisting yang yang dikelola oleh PT KCI, karena sarana dan prasarana keretanya berstatus given (sudah ada/bukan produk baru yang saling berbeda secara teknis), sehingga tidak bisa sinkronisasi langsung dalam pelayanan, karenanya masih perlu SPM.

Khusus MRT Jakarta karena konsep pelayanan dan SOP mengacu kepada Nippon Railway (NR), seharusnya telah mempunyai standar pelayanan sama seperti di Jepang.

"Apabila di negeri Sakura telah berhasil dalam pelayanan terhadap penggunanya, bisa dikatakan standar pelayanan sebenarnya telah Internasional, hanya saja kita perlu cek dan evaluasi dalam praktek implementasinya di lapangan," tuntas Deddy.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau