Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Djoko Setijowarno
Akademisi

Peneliti Laboratorium Transportasi Unika Soegijapranata

Perlunya Membangun Jalan, Membuka Keterisolasian di Papua

Kompas.com - 09/10/2019, 12:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Kemudian Wamena-Habema-Kenyam-Mumugu 284,30 kilometer, Dekai-Oksibil 231,60 kilometer, Oksibil-Waropko 135,01 kilometer, Waropko-Tanah Merah-Merauke 533,06 kilometer, dan Wagete-Timika 222,43 kilometer.

Sementara untuk jalan lintas perbatasan, yakni ruas jalan Yetti-Ubrub-Towe Hitam-Oksibil dirancang sepanjang 313,74 kilometer.

Ada pula jalan menuju lintas batas sepanjang 92,83 kilometer, yaitu ruas jalan Hamadi-Holtekamp-Koya-Skouw (Batas dengan Papua Nugini) 51,83 kilometer, Mindiptanah-Kombut 41 kilometer.

Sementara itu di Papua Barat dibangun jalan Lingkar Sorong-Pelabuhan Arar sejauh 36,6 kilometer.

Masih terdapat sejumlah ruas jalan di Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua yang belum terhubung sepanjang 492 kilometer.

Di Provinsi Papua Barat sepanjang 85,5 kilometer, yaitu Manokwari-Kambuaya-Sorong 13,5 kilometer dan Nabire-Windesi-Manokwari 72 kilometer.

Sedangkan di Provinsi Papua sepanjang 407,4 kilometer yang tersebar di enam ruas jalan, yaitu Wagete-Timika 7,1 kilometer, dan Wamena-Mulia-Ilaga-Enarotali 127,2 kilometer.

Selanjutnya Kenyam–Dekai 167 kilometer, Waropko-Oksibil 41,3 kilometer, Dekai-Oksibil 3 kilometer, dan Jayapura-Elelim-Wamena 61,8 kilometer.

Pembangunan di Papua juga kerap mengalami keterlambatan dalam progresnya, tidak sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan.

Hal ini disebabkan cuaca yang selalu berubah-ubah (hujan), kondisi medan atau kontur tanah di lapangan yang berbeda-beda, keberadaan material yang sulit didapat (contohnya batu kerikil didatangkan dari Palu, Sulawesi Tengah), dan keamanan yang kurang kondusif.

Di samping itu, masih ada permasalahan lain, yaitu sulitnya pembebasan lahan yang memerlukan pendekatan sosiologi dan kultur dengan tokoh masyarakat adat setempat.

Setelah jaringan jalan ini terhubung dalam upaya untuk meningkatkan mobilitas masyarakat, perlu didioperasikan sarana transportasi umum. Paling mudah memberikan program angkutan perintis.

Merauke-Boven Digul yang pernah dilayani dengan bus perintis cukup membayar Rp 300.000. Namun dengan kondisi jalan yang rusak, layana bus perintis dihentikan sementara waktu.

Sebagai penggantinya dilayani dengan taksi bertarif Rp 600.000– Rp 700.000 per orang. Apabila menggunakan pesawat terbang bisa mencapai Rp 900.000.

Harapan jalan Merauke-Boven Digul membaik dan bisa beroperasi bus perintis sangat membantu warag di Papua Selatan bermobilitas dengan tarif murah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com