Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Perlunya Membangun Jalan, Membuka Keterisolasian di Papua

Jaringan jalan ini dibangun sebagai upaya meningkatkan konektivitas, membuka daerah terisolasi, dan menurunkan harga barang-barang, terutama di wilayah pegunungan dan pedalaman.

Selain daratan, masih terdapat wilayah yang hanya bisa ditempuh dengan transportasi air dan udara, hingga menembus ke setiap distrik atau desa yang berada di pedalaman dan pegunungan.

Wilayah-silayah di Kabuoaten Asmat, Kabupaten Mappy, Kabupaten Merauke, Kabupaten Boven Digul belum bisa ditembus dengan jalan darat melainkan transportasi air.

Sementara wilayah-wilayah pegunungan, seperti Kabupaten Ilaga, Kabupaten Nduga, Kabupaten Yakuhimo, Kabupaten Wamena, dan Kabupaten Jayawijaya hanya bisa diakses melalui transportasi udara.

Kendati sudah ada Inpres Nomor 5 Tahun 2007 tentang Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, namun pelaksanaannya belum maksimal.

Inpres tersebut memberikan kewenangan ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk  dua hal utama.

Pertama, memberikan bantuan teknis kepada Pemprov Papua dan Papua Barat dalam menyusun RTRW Provinsi Papua dan Papua Barat.

Trans Papua

Ada catatan yang perlu digarisbawahi dalam hal pelaksanaan Inpres tersebut, yakni pembangunan jaringan Jalan Trans Papua sepanjang 4.330,07 kilometer.

Jalan ini melintasi Provinsi Papua Barat sepanjang 1.070,62 kilometer (24,7 persen) dan di Provinsi Papua 3.254,45 kilometer (75,3 persen).

Panjang jaringan jalan yang terdapat di Provinsi Papua Barat adalah 10.453,22 kilometer. Dari panjang itu, jalan nasional sepanjang 1.265,24 kilometer (12,1 persen), jalan provinsi 2.309,64 kilometer (22,1 persen) dan jalan milik kabupaten/kota 6.878,34 (65,8 persen).

Pembangunan jaringan Jalan Trans Papua di Provinsi Papua, ternyata lebih panjang ketimbang di Provinsi Papua Barat.

Untuk jalan Trans Papua sepanjang 3.267,92 kilometer terbagi atas ruas jalan Kwatisore-Nabire 203,32 kilometer, Nabire-Wagete-Enarotali 275,50 kilometer, Enarotali-Ilaga-Mulia-Wamena (Usilimo) 513,40 kilometer, Wamena-Elelim-Jayapura 585,00 kilometer, dan Kenyam-Dekai 284,30 kilometer.

Kemudian Wamena-Habema-Kenyam-Mumugu 284,30 kilometer, Dekai-Oksibil 231,60 kilometer, Oksibil-Waropko 135,01 kilometer, Waropko-Tanah Merah-Merauke 533,06 kilometer, dan Wagete-Timika 222,43 kilometer.

Sementara untuk jalan lintas perbatasan, yakni ruas jalan Yetti-Ubrub-Towe Hitam-Oksibil dirancang sepanjang 313,74 kilometer.

Sementara itu di Papua Barat dibangun jalan Lingkar Sorong-Pelabuhan Arar sejauh 36,6 kilometer.

Masih terdapat sejumlah ruas jalan di Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua yang belum terhubung sepanjang 492 kilometer.

Di Provinsi Papua Barat sepanjang 85,5 kilometer, yaitu Manokwari-Kambuaya-Sorong 13,5 kilometer dan Nabire-Windesi-Manokwari 72 kilometer.

Sedangkan di Provinsi Papua sepanjang 407,4 kilometer yang tersebar di enam ruas jalan, yaitu Wagete-Timika 7,1 kilometer, dan Wamena-Mulia-Ilaga-Enarotali 127,2 kilometer.

Selanjutnya Kenyam–Dekai 167 kilometer, Waropko-Oksibil 41,3 kilometer, Dekai-Oksibil 3 kilometer, dan Jayapura-Elelim-Wamena 61,8 kilometer.

Pembangunan di Papua juga kerap mengalami keterlambatan dalam progresnya, tidak sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan.

Hal ini disebabkan cuaca yang selalu berubah-ubah (hujan), kondisi medan atau kontur tanah di lapangan yang berbeda-beda, keberadaan material yang sulit didapat (contohnya batu kerikil didatangkan dari Palu, Sulawesi Tengah), dan keamanan yang kurang kondusif.

Di samping itu, masih ada permasalahan lain, yaitu sulitnya pembebasan lahan yang memerlukan pendekatan sosiologi dan kultur dengan tokoh masyarakat adat setempat.

Setelah jaringan jalan ini terhubung dalam upaya untuk meningkatkan mobilitas masyarakat, perlu didioperasikan sarana transportasi umum. Paling mudah memberikan program angkutan perintis.

Merauke-Boven Digul yang pernah dilayani dengan bus perintis cukup membayar Rp 300.000. Namun dengan kondisi jalan yang rusak, layana bus perintis dihentikan sementara waktu.

Sebagai penggantinya dilayani dengan taksi bertarif Rp 600.000– Rp 700.000 per orang. Apabila menggunakan pesawat terbang bisa mencapai Rp 900.000.

Harapan jalan Merauke-Boven Digul membaik dan bisa beroperasi bus perintis sangat membantu warag di Papua Selatan bermobilitas dengan tarif murah.

Layanan ke transportasi umum ke perbatasan Papua Nugini juga sudah diselenggarakan. Ada layanan bus perintis setiap hari pulang pergi dari Jayapura ke Skow dan Merauke ke Sota.

Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Skow dan PLBN Sota sudah menjadi destinasi wisata baru di Provinsi Papua.

PLBN Sota sedang proses pembangunan, sementara PLBN Skow sudah selesai dibangun beberapa tahun lalu.

Hendaknya, jaringan jalan yang sudah terbangun dan sudah bisa menghubungkan antar kota, diberikan layanan bus perintis.

Di Papua juga sudah ada layanan operasi bus komersial jarak jauh dengan perjalanan sekitar 8 jam, yakni rute Jayapura-Sarmi. Pelayanan pagi dan malam hari dengan rute cukup aman dan peminatnya juga cukup tinggi.

Teruslah membangun infratruktur jalan untuk membuka keterisolasian dan memudahkan mobilitas barang dan masyarakat sebagai upaya menuju Papua yang lebih sehat dan sejahtera pada masa mendatang.

https://properti.kompas.com/read/2019/10/09/120000321/perlunya-membangun-jalan-membuka-keterisolasian-di-papua

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke