Jadi, mudah saja KCIC melakukan potong kompas atau short cut menggunakan standar China. Selain karena pemilik konsesinya adalah konsorsium BUMN dan perusahaan China, kontraktornya pun dari negeri Tirai Bambu.
Hanya, Deddy mengingatkan, jika terpaksa mengacu pada standardisasi China, pemerintah harus mengutamakan faktor reliabilitas, keamanan, keselamatan, kualitas kereta cepat, ketahanannya, dan layanan purna jual.
Baca juga: 5 Things To Know, Sejarah Baru Kereta Cepat Indonesia
"Selain itu, harus memberikan kenyamanan kepada penumpang," kata Deddy.
Yang kemudian patut dipertanyakan adalah, apakah standar yang dimaksud nomor dua, terakhir, paling murah, atau paling tinggi dan paling mahal.
Kita patut melakukan verifikasi atas standar yang diterapkan ini. Sangsi sangat diperlukan, sebab China begitu piawai memproduksi barang-barang melalui metode duplikasi.
Hal ini berbeda dengan Jepang yang memang sudah teruji. Sejak memiliki kereta cepat perdana pada 1 Oktober 1964, negara ini belum sekalipun mengalami kecelakaan operasional kereta cepat.
Oleh karena, Deddy mengusulkan, sebaiknya pemerintah segera menerbitkan peraturan teknis. Selama UU belum ada, pemerintah dalam hal ini Kementerian perhubungan bisa menggunakan diskresi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.