JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia mencatat sejarah baru dalam dunia perkeretaapian modern. Hal ini menyusul pemasangan girder perdana untuk struktur layang Kereta Cepat Jakarta-Bandung, pada Senin (30/9/2019).
Menteri BUMN Rini M Soemarno meluapkan kebanggaannya saat prosesi seremoni yang dihadiri Dubes China untuk Indonesia Xiao Qian, dan Direktur Jenderal Pengadaan Tanah Kementerian ATR/BPN Arie Yuriwin.
Tahap pemasangan girder ini mengharukan, sekaligus membanggakan karena merupakan hasil kerja keras putra-putri Indonesia.
Rini berkisah, butuh waktu tiga tahun untuk meyakinkan sejumlah pihak yang sempat meragukan Indonesia dapat membangun kereta cepat.
Baca juga: Girder Perdana Terpasang, Kereta Cepat Jakarta-Bandung Operasi 2021
Terlebih kereta cepat Jakarta-Bandung merupakan yang pertama di Indonesia, sekaligus Asia Tenggara.
"Ini semua tidak mungkin terjadi kalau tidak ada kemitraan saling menguntungkan antara Indonesia dan China. Karena itu, saya sangat menghargai upaya dan kerja keras Dubes China untuk Indonesia Xiao Qian, yang mengawasi pekerjaan sejak dua tahun lalu," papar Rini.
Baca juga: Dubes China 14 Kali Sambangi Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung
Berikut lima hal yang perlu Anda ketahui tentang Kereta Cepat Jakarta-Bandung:
1. Panjang Trase
Kereta Cepat Jakarta-Bandung dirancang sepanjang 142,3 kilometer yang menghubungkan Jakarta dengan Bandung.
2. Konstruksi dan struktur
Dari trase sepanjang itu, 80 kilometer di antaranya merupakan struktur layang atau elevated, dan 16,9 kilometer berupa terowongan. Sisanya berupa struktur sub-grade atau di atas tanah.
Struktur layang membutuhkan 2.000 girder dengan bentang 30 meter dan bobot 900 ton. Untuk memenuhi kebutuhan girder, dibangun tiga casting yard di titik-titik tertentu. Dua di Bekasi, dan satu di Bandung.
Ada pun pembangunan terowongan menggunakan metode shield tunning dengan mesin Tunnel Boring Machine (TBM) yang didatangkan dari Shanghai, China.
Konstruksi ditargetkan rampung pada akhir 2020 dan operasionalisasi secara penuh bertarif 2021.
3. Pemilik konsesi